REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menegaskan, persoalan terkait KTP-el belakangan ini bukanlah rekayasa pemerintah. Menurutnya, pemerintah sebagai fasilitator pemilu tak mungkin melakukan hal yang justru akan merepotkan pemilu itu sendiri.
"E-KTP yang tercecer, yang diperjualbelikan, sekali lagi itu bukan rekayasa pemerintah," ujar Wiranto dalam konferensi pers yang dilaksanakan di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (17/12).
Wiranto mengatakan, tak mungkin pemerintah, yang merupakan fasilitator pemilu, ingin membuat pelaksanaan pemilu menjadi repot ataupun gagal. Namun, jika masih ada persoalan-persoalan yang belum tuntas, maka persoalan tersebut akan diselesaikan dengan baik. Karena itu, adanya beragam spekulasi tak dibutuhkan dalam penyelesaian persoalan itu.
"Tidak perlu ada spekulasi macam-macam. Tapi kalau masih ada hal-hal yang dianggap kurang fair, tinggal disampaikan saja langsung ke Kemenko Polhukam bisa, Polri bisa, ke Kemendagri bisa kita selesaikan," tuturnya.
Wiranto juga menjelaskan, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2019 telah ditetapkan pada Sabtu (15/12). Setelah DPT ditetapkan, kata dia, masih ada pertanyaan yang timbul, yakni soal pemilih yang baru memasuki usia 17 tahun pada saat pemilihan suara dilaksanakan.
Ia menuturkan, hal tersebut sudah tentu menjadi pembahasan oleh penyelenggara pemilu. Menurutnya, sudah ada kesepakatan untuk menyiapkan wadah bagi pemilih-pemilih yang jumlahnya sekitar 10 ribu pemilih itu.
"Sudah ada wadahnya dipersiapkan. Dengan teknik tertentu nanti ada 10 ribuan anak-anak kita yang usianya nanti sebelum April dan setelah ditetapkan DPT ini akan mencapai umur 17 tahun," terangnya.