REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), masih tetap menanti surat pengunduran diri dari Oesman Sapta Odang (OSO) dari kepengurusan parpol. OSO sendiri tetap bersikukuh tidak mau mengundurkan diri dari Partai Hanura.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, sampai saat ini belum ada komunikasi dengan pihak OSO terkait tindaklanjut putusan PTUN dan MA. Sementara itu, batas waktu yang diberikan KPU agar OSO mengundurkan diri hanya tinggal menunggu hari.
"Kami masih tetap tunggu sampai 21 Desember," ujarnya di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/12).
Arief juga menampik tentang adanya potensi gugatan dari pihak OSO kepada KPU karena dianggap tidak menjalankan putusan PTUN. Menurut Arief, KPU sudah mempertimbangkan segala sesuatu sebelum mengambil sikap soal tindaklanjut putusan MA dan PTUN.
"Penyelenggara pemilu siap mempertanggungjawabkan kebijakan yang dia buat. Jadi kami siap mempertanggungjawabkan (soal sikap KPU)," tegasnya.
Senada dengan KPU, Bawaslu juga menyatakan akan menunggu sikap OSO hingga 21 Desember nanti. Menurut dia, polemik soal tindaklanjut putusan pencalonan OSO sebagai anggota DPD ini berpotensi menimbulkan gugatan sengketa.
"Tetap kami tunggu sampai dengan batas akhir. Nanti akan otomatis ketika tidak mundur, maka larinya kepada Bawaslu sengketanya. Tetapi kami tidak mau berandai-andai ya," ujar Afif.
Sementara itu, OSO sendiri menegaskan tidak akan mundur sebagai Ketua Umum Hanura. Menurut OSO, KPU justru melanggar hukum.
"Ya tidak bisa dong (tidak bisa mundur). Kita kan harus berpegang pada hukum. Apa yang diperintahkan hukum ya dipatuhi. Kita kan negara hukum. Maka kita harus patuh kepada keputusan hukum. Kalau tidak patuh apa artinya?," ujar OSO ketika dijumpai wartawan di kediaman Jusuf Kalla, Kebayoran Baru, Senin (17/12) malam.
OSO pun mengungkapkan telah menyiapkan sejumlah gugatan atas sikap KPU. OSO mengatakan ada risiko bagi KPU karena tidak mematuhi putusan PTUN. "Kuasa hukum saya yang tahu (gugatan ke mana saja)," tegasnya.