REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Saleh Partaonan Daulay menilai banyak keanehan dan keganjilan dari surat terbuka yang disampaikan lima pendiri partai, yang meminta Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais mengundurkan diri dari partai tersebut. Amien Rais juga diminta mundur dari dunia politik praktis.
"Amien Rais dan PAN tentu tidak perlu menganggap serius terhadap surat tersebut. Sebab, ada banyak keanehan dan keganjilan dari surat tersebut yang perlu dipertanyakan," kata Saleh di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya terkait surat terbuka yang mengatasnamakan lima pendiri PAN, yaitu Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Goenawan Mohammad, Toeti Heraty, dan Zumrotin yang meminta Amien Rais mundur dari PAN. Saleh menjelaskan, keganjilan pertama, surat tersebut ditulis dan ditandatangani oleh mereka yang sudah lama sekali tidak aktif dan tidak mengikuti isu dan arah perjuangan politik PAN sehingga tidak jelas landasan dan pijakan mereka dalam menulis surat tersebut.
Kedua menurut dia, fakta menunjukkan bahwa, Amien Rais masih tetap konsisten dalam memperjuangkan reformasi dan berupaya membawa perbaikan bagi bangsa Indonesia. "Kalaupun ada perbedaan dengan pemerintah yang berkuasa, itu harus dimaknai sebagai bagian dari semangat untuk memperbaiki kehidupan sosial politik yang dinilainya belum berpihak sepenuhnya bagi kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Saleh menjelaskan, keganjilan ketiga, permintaan agar Amien Rais mundur dari kehidupan organisasi sosial dan politik adalah bentuk mencederai demokrasi dan potensial melanggar UUD 1945, khususnya pasal tentang kebebasan bersyarikat dan berkumpul. Dia menilai, Amien Rais sebagai warga negara dijamin hak-haknya untuk berkiprah di organisasi mana pun termasuk organisasi politik.
Keempat menurut Saleh, secara kepartaian, Amien Rais tidak terlibat langsung dalam mengurus dan mengambil keputusan di PAN. "Malah justru sebagai ketua dewan kehormatan, para pengurus DPP PAN yang sering meminta pendapat dan nasehat beliau," katanya.
Adapun keganjilan kelima, aktivitas Amien Rais di luar PAN tidak terkait dengan kiprah dan garis politik PAN secara langsung. Sehingga, itu adalah hak dan kewajiban Amien Rais yang justru dapat dinilai sebagai bagian dari upaya menjaga moral dan keadaban bangsa.
Menurut dia, keganjilan keenam, surat itu ditandatangani oleh salah seorang yang sudah mengundurkan diri dari PAN sejak beberapa tahun lalu, tepatnya 15 Mei 2014. "Sebagai orang yang sudah mengundurkan diri, tentu sangat tidak tepat jika ikut campur lagi urusan PAN," ujarnya.
Karena itu Saleh menilai surat terbuka tersebut tidak kontekstual dan sarat dengan kepentingan politik jangka pendek karena bertujuan memecah belah konsentrasi PAN dalam menghadapi pemilu, khususnya Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Menurut dia, PAN khususnya Amien Rais, sebagai pendukung solid Prabowo-Sandi, sangat kontributif dan produktif dalam membangun jaringan dan basis dukungan bagi pemenangan Prabowo-Sandi.
"Wajar saja jika ada segelintir orang yang tidak suka karena kepentingan politiknya secara personal maupun komunal terganggu," katanya.
Selain itu dia juga meminta kepada seluruh kader dan simpatisan PAN untuk tidak terpengaruh. Namun, tetap kerja keras dan cerdas bahkan, kejadian seperti ini harus dijadikan sebagai motivasi untuk meraih kemenangan di Pemilu 2019.
Sebelumnya, lima pendiri PAN mendesak Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais mengundurkan diri dari politik praktis dan menyerahkan PAN sepenuhnya ke tangan generasi penerus. Hal itu dikatakan dalam surat terbuka yang mengatasnamakan lima pendiri PAN yaitu Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Goenawan Mohammad, Toeti Heraty, dan Zumrotin.
Kelimanya meminta Amien menempatkan diri sebagai penjaga moral dan keadaban bangsa serta memberikan arah jangka panjang bagi kesejahteraan dan kemajuan negeri. Kelima pendiri PAN tersebut menilai ada lima alasan mengapa mereka meminta Amien mundur, salah satunya Amien dianggap semakin cenderung eksklusif serta tidak menumbuhkan kerukunan bangsa dalam berbagai pernyataan dan sikap politiknya.