REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengatakan akan melaksanakan hukuman potong tangan terhadap koruptor apabila usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut berujung pada aturan perundang-undangan. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kejaksaan Agung RI, Mukri mengatakan, sebagai aparat penegak hukum ada rel yang harus Kejakgung taati dalam menjatuhkan hukuman.
"Semua kan sudah diatur dalam UU, sepanjang UU mengatur ya dilakukan, tapi kalau tidak diatur ya tidak bisa dilaksanakan. Yang pasti kalau kita kan pelaksana UU, kalau tidak ada UU bisa melanggar HAM," ujar Mukri kepada Republika.co.id, Rabu (2/1).
Baca juga
- Hukum Potong Tangan dalam Islam Bagi Pencuri
- Komnas HAM: Potong Tangan Koruptor tak Selesaikan Masalah
- MUI Tegaskan Wacana Potong Tangan Koruptor Pendapat Pribadi
Dia mempersilakan MUI untuk mengajukan aturan tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI). Mukri menegaskan, aparat penegak hukum akan melaksanakan penegakan hukum mengacu kepada UU yang diberlakukan sesuai dengan asas legalitas.
"Soal nanti mereka mau berjuang di DPR, silakan saja. Kami hanya bisa menanggapi normatif, sesuai UU yang ada," kata Mukri.
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain mengaku pihaknya sedang menyiapkan aturan hukuman bagi pencuri dan koruptor sesuai syariat Islam. Aturan yang akan diajukan usai Pemilihan Presiden 2019 tersebut adalah berupa potong tangan.
"Saya dengan kawan-kawan sudah menggodok bahwa kami akan mengajukan permohonan para maling dan koruptor yang terbukti, baik dengan bukti dan saksi tidak perlu dipenjara melainkan dipotong saja tangannya. Usulan ini akan disampaikan setelah pemilu 2019," katanya saat mengisi Dzikir Nasional Festival Republik 2018: Menebar Kebaikan Menguatkan Kepedulian di Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Senin (31/12) malam.
Ia menjelaskan, usulan ini akan diajukan karena per harinya pemerintah Indonesia harus menyediakan Rp 4 miliar untuk memberi makan tahanan koruptor di penjara atau lembaga permasyarakatan termasuk koruptor dan uang makan untuk narapidana tersebut. Artinya pemerintah membutuhkan uang hingga Rp 15 triliun untuk ransum para tahanan termasuk para koruptor.