REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas penyidikan lima tersangka suap terkait dengan pengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas pembangunan menara telekomunikasi di Kabupatrn Mojokerto Tahun 2015. "Penyidik menyerahkan lima tersangka dan barang bukti pada Penuntut Umum," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Ahad (6/1).
Dengan adanya pelimpahan tersebut, maka jaksa penuntut KPK memiliki waktu 14 hari untuk menyusun surat dakwaan lima tersangka tersebut. "Rencananya sidang dilakukan di PN Tipikor pada PN Surabaya," ujar Febri.
Sejauh ini, kata Febri penyidik KPK telah memeriksa sekitar 46 orang saksi terkait kasus yang ini. Puluhan saksi itu terdiri dari unsur pengusaha dan pejabat Pemkab Mojokerto.
"Sementara para tersangka sekurangnya telah 2 kali diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka," tambah Febri.
Adapun lima tersangka yakni, Onggo Wijaya, Direktur Operasi PT Protelindo; Ockyanto, Permit & Regulatory Head Tower Bersama Group; Achmad Suhawi, Wiraswasta/Direktur CV Sumajaya Citra Abadi; Subhan, Direktur CV. CENTRAL MANUNGGAL - Wakil Bupati Malang Tahun 2010-2015 dan Nabiel Titawano, Swasta - Penyedia Jasa di PT. Tower Bersama Group.
KPK sebelumnya menetapkan Bupati Mojokerto nonaktif Mustafa Kamal Pasa sebagai tersangka dalam dua perkara, yaitu dugaan suap terkait izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto pada 2015 dan gratifikasi.
Selain Mustafa, penyidik juga menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mojokerto, Zainal Abidin; Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Grup, Ockyanto; dan Direktur Operasi PT Protelindo Onggo Wijaya sebagai tersangka.
Namun, pada pengembangan kasus, penyidik kembali menetapkan tiga tersangka lain yakni Wakil Bupati Malang sekaligus Direktur CV Central Manunggal, Ahmad Subhan; Direktur PT Sumawijaya, Achmad Suhawi; dan satu pihak swasta Nabiel Titawano.
Dalam kasus suap pembangunan menara telekomunikasi, Mustofa diduga menerima suap sebesar Rp2,7 miliar. Sementara pada kasus dugaan gratifikasi terkait proyek di lingkungan pemerintahan Kabupaten Mojokerto, Mustofa bersama Zainal diduga menerima Rp3,7 miliar.