REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengakui bahwa negaranya menjalin kerja sama dengan Israel untuk menjaga keamanan di Semenanjung Sinai. Hal itu disampaikannya saat diwawancara secara eksklusif oleh CBS dalam acara "60 Minutes" pada Ahad (6/1).
Menurut Sisi, kerja sama keamanan yang dijalin dengan Israel di Semenanjung Sinai memang dilakukan secara diam-djam. Sebab hal itu bisa menjadi topik yang sensitif di negaranya.
Ketika ditanya apakah kerja sama tersebut merupakan yang terdekat dan paling dalam selama dia menjadi presiden, Sisi membenarkannya. "Angkatan Udara (Mesir) terkadang perlu menyeberang ke pihak Israel, dan itulah sebabnya kami memiliki berbagai koordinasi dengan Israel," ujarnya.
Semenanjung Sinai merupakan wilayah yang didemiliterisasi sebagai bagian dari perjanjian perdamaian 1979 yang disponsori Amerika Serikat (AS).
Namun kelompok-kelompok milisi, termasuk ISIS, telah menjadikan Sinai sebagai daerah operasi dan persembunyiannya.
Selama bertahun-tahun militer Mesir berupaya memerangi dan memberantas kelompok-kelompok milisi tersebut. Namun upaya itu belum membuahkan hasil signifikan.
Hal itu turut dipertanyakan CBS. Sisi diminta menerangkan mengapa negaranya belum berhasil menumpas kelompok milisi yang berbasis di Sinai.
Dia menjawab dengan membandingkannya dengan pasukan AS yang berperang selama 17 tahun di Afghanistan untuk menghabisi Taliban.
"Mengapa AS tidak melenyapkan para teroris di Afghanistan setelah 17 tahun dan menghabiskan satu triliun dolar?" kata Sisi.
Selain perihal kondisi Sinai, Sisi juga dimintai pendapatnya atas serbuan kritik yang menyebutnya tak mentoleransi perbedaan pendapat. Mereka yang terlalu kritis terhadap pemerintahannya seketika dijebloskan ke penjara.
Bahkan sebuah kelompok hak asasi manusia mengklaim bahwa pemerintahan Sisi telah memenjarakan 60 ribu tahanan politik. Sisi membantah tegas tudingan itu.
"Saya tidak tahu dari mana mereka mendapatkan angka itu. Saya bilang tidak ada tahanan politik di Mesir," kata Sisi.
"Setiap kali ada minoritas yang mencoba memaksakan ideologi ekstremis mereka, kita harus campur tangan terlepas dari jumlah mereka," ucapnya.
Pemerintah Mesir sebelumnya telah meminta CBS tidak menyiarkan wawancara eksklusifnya dengan Sisi. Namun CBS menyediakan transkripan wawancara tersebut.