Kamis 10 Jan 2019 20:05 WIB

Bawaslu Hentikan Kasus Dugaan Pelanggaran Pidana OSO Vs KPU

Kasus ini tidak memenuhi unsur pidana pemilu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, mengatakan kasus dugaan pelangggaran pidana pemilu terkait pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD tidak bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan. Kasus ini tidak memenuhi unsur pidana pemilu.

"Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan terhadap laporan yang masuk dan hasil kajian Bawaslu, diberitahukan status laporan dengan Nomor 12/LP/PL/RI/00.00/XII/2018 tidak dapat ditindaklanjuti ke tahapan penyidikan," ujar Abhan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (1/10) malam.

Alasannya, lanjut Abhan, kasus yang dilaporkan oleh Herman Kadir sebagai kuasa hukum OSO itu tidak memenuhi unsur pidana pemilu. "Karena unsur-unsurnya tidak terpenuhi," tambahnya.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Bagian Temuan dan Laporan Bawaslu, Yusti Erlina, mengatakan kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu tersebut tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana pasal 518 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasal yang disangkakan tidak sesuai dengan dugaan pelangggaran pidana pemilu yang dimaksud.

"Pasal itu bukan soal tindak pidana pemilu sebagaimana yang dimaksud dengan isi laporan tersebut. Sebab 518 itu terkait temuan yang tidak ditindaklanjuti atas verifikasi calon.  Sementara ini yang dipersoalkan adalah tidak ditindaklanjutinya putusan  oleh KPU. Jadi kasus ini tidak terpenuhi unsur pidananya," jelas Yusti.

Adapun bunyi pasal 518 tersebut yakni:

Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan/atau KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/ Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (3) dan Pasal 261 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Laporan ini disampaikan oleh Herman Kadir pada Desember 2018 lalu. Pokok laporannya terkait adanya dugaan pelanggaran pidana pemilu sebab KPU tidak melaksanakan putusan MA dan PTUN dalam konteks pencalonan OSO sebagai anggota DPD.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement