REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerapkan kebijakan down payment (DP) atau uang muka pembelian kendaraan bermotor hingga nol persen. Hal tersebut dikhawatirkan menambah kemacetan di jalan.
Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia Deddy Herlambang mengatakan, jika kebijakan itu disahkan, maka masyarakat dapat lebih mudah membeli kendaraan. "Kabar itu mungkin menggembirakan, tapi nantinya lalu lintas akan lebih sulit diatur," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (11/1).
Menurutnya, peredaran kendaraan yang tidak diatur secara tegas akan berdampak pada kepadatan di jalan. Ia beralasan, pertumbuhan kendaraan bermotor yang bertambah 12-16 persen setiap tahun tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan yang hanya 0,01 persen.
Di satu sisi, lanjutnya, pemerintah tidak memiliki hak untuk melarang seseorang membeli sebuah kendaraan.Terlebih lagi, kata dia, terdapat kecenderungan masyarakat yang menganggap kendaraan pribadi adalah bentuk kesuksesan seseorang.
"Kalau belum punya kendaraan sendiri, anggapannya belum berhasil," katanya.
Menurutnya, saat seseorang kembali ke kampung dan membawa kendaraan pribadi, maka merasa sudah menjadi orang yang sukses. Di sisi lain, semakin banyaknya kendaraan bermotor menandakan semakin sesaknya ruas jalan. "Jika dibandingkan dengan Bangkok dan Kuala Lumpur, tidak jauh berbeda. Hanya saja, angkutan umum mereka lebih memadai," ujarnya.
Namun, pemerintah sebagai regulator berkewajiban mengatur kendaraan yang mengaspal memenuhi jalan. "Makanya ada angkutan umum seperti MRT, LRT, Transjakarta itu bentuk peran pemerintah," ujarnya.
Untuk menekan jumlah kendaraan bermotor, ia menyarankan pemerintah untuk menerapkan usia maksimal pemakaian kendaraan bermotor seperti di negara-negara eropa. Di sana, kata dia, pemakaian kendaraan bermotor dibatasi maksimal lima tahun.
Kredit macet
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tidak menyetujui aturan uang muka atau DP nol persen untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil dan motor. "Saya termasuk yang tidak setuju karena hal ini menimbulkan risiko bagi industri leasing itu sendiri, termasuk mobilnya," kata Menhub Budi kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/1).
Menhub menjelaskan bahwa DP nol persen untuk mobil dan motor tidak menimbulkan risiko apapun di mana mobil bisa bebas diambil, kemudian dua-tiga bulan selesai dan dikembalikan.
"Jadi mereka harus punya tanggung jawab, (transaksi) di awal itu ada uang muka," kata Menhub Budi saat menghadiri Seminar dan Dialog Nasional "Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia".
Sementara, Wapres Jusuf Kalla (JK) menilai kebijakan uang muka atau down payment (DP) nol persen untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil dan motor berisiko tinggi atau high risk."Kalau DP nol bisa menimbulkan banyak kredit macet, high risk, jangan pula begitu," ujar JK.
Wapres menjelaskan bahwa kendati DP nol persen bisa memudahkan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Namun, hal itu dapat menimbulkan dampak yang berisiko tinggi yakni kredit macet.
"Kalau terjadi high risk begitu yang bekerja nanti para penagih utang," tutur Wapres sambil diselingi canda kepada para awak media usai memberikan sambutan dalam Seminar dan Dialog Nasional "Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia".
OJK memangkas habis kewajiban uang muka pada perusahaan pembiayaan (leasing/multifinance) untuk penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor baik mobil dan motor. Ketentuan DP nol persen ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 yang diterbitkan pada 27 Desember 2018 lalu dan dipublikasikan di situs resmi OJK pada Kamis (10/1). Dalam aturan sebelumnya, OJK menetapkan kewajiban DP untuk motor dan mobil paling rendah sebesar 5 persen dan paling tinggi sebesar 25 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan, pihaknya sudah memerhatikan aspek kehati-hatian. Ia mengatakan, DP nol persen hanya diberikan perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio kredit bermasalah dengan angka di bawah satu persen.
"Ini yang betul-betul tingkat kesehatannya sehat, dan NPF harus di bawah satu persen, artinya ini juga kami memancing tolong NPF ini diturunkan dan kesehatannya harus bagus," ujarnya, Jumat (11/1) malam.
Baca juga: Polisi Selidiki Pasien Koma 10 Tahun Tiba-Tiba Melahirkan
Baca juga: Keadaban Politik di Tengah Ancaman Serigala Berbulu Domba
Ketentuan DP nol persen ini terdapat di dalam Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 yang diterbitkan pada 27 Desember 2018 dan diterbitkan Kamis (10/1).
Sebelumnya, OJK menetapkan kewajiban DP untuk sepeda motor dan mobil paling rendah lima persen dan paling tinggi 25 persen.
Wimboh mengungkapkan OJK juga memiliki tujuan lain melalui kebijakan ini, yaitu guna mendorong konsumsi domestik. Kemudahan memperoleh fasilitas pembiayaan kendaraan bermotor diharapkan dapat mendorong produktivitas masyarakat dan selanjutnya meningkatkan pendapatan.
Dia menolak anggapan jika relaksasi ini dipandang hanya akan menjadi stimulus untuk sektor konsumtif. Menurutnya, relaksasi untuk mendapatkan kendaraan perlu didorong karena akan menjadi salah satu penggerak sektor produksi.
"Ini harus seimbang artinya produksi itu kan harus ada yang beli, tidak bisa produksi semua kalau tidak ada yang beli jadi antara produksi, konsumsi, ekspor, ini harus seimbang," ujarnya.
Wimboh berdalih bahwa relaksasi ini justru dapat memicu perusahaan pembiayaan untuk memperbaiki rasio NPF-nya.
"Nah, ini supaya lembaga pembiayaannya itu menjadi sehat, itu dulu. Tapi manajemen risikonya harus bagus, lembaga pembiayaannya juga harus sehat, dan juga NPF-nya kurang dari satu persen sehingga ruang dia masih besar," ujarnya.
Baca juga: Prabowo Ungkap Alasan Banyak Elite tak Sukai Dirinya
Baca juga: Bawaslu: Anies Baswedan Terancam Sanksi Pidana Pemilu