REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan proyek kereta ringan atau light rail transit (LRT) yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) mendapat tanggapan dari beberapa pihak. Salah satunya dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang menganggap biaya pembangunan LRT terlalu mahal.
"KAMMI menilai proyek ini terlalu mahal dan khawatir pemerintah kesulitan mengembalikan dana yang berasal dari hutang itu," kata Ketua Umum KAMMI, Irfan Ahmad Fauz melalui keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (15/1).
Irfan mengatakan, KAMMI heran kenapa proyek LRT sangat mahal biayanya hingga mencapai Rp 637 Miliar per kilometernya. Padahal proyek tersebut bukan hanya di Jakarta tetapi juga di Depok dan Bogor yang biaya pembebasan lahannya relatif lebih murah.
Ia menegaskan, KAMMI khawatir pemerintah sulit mengembalikan dana yang berasal dari hutang ke sejumlah bank tersebut dalam waktu singkat. Irfan mengatakan, kalau tidak salah dananya berasal dari pinjaman ke luar negeri. Menurut Irfan, pembangunan dengan biaya sangat mahal tersebut bisa berdampak buruk pada LRT. Bahkan LRT terancam tidak dapat beroperasi lama.
"Bahkan bisa jadi LRT tidak dapat beroperasi lama karena dengan pembangunan yang mahal otomatis nantinya tarif penumpangnya juga mahal, kalau mahal orang tidak mau naik (LRT) dan uang tidak berputar, darimana LRT akan membiayai operasionalnya?" ujarnya.
Irfan menegaskan, banyak tokoh yang mengatakan pembangunan LRT tersebut mahal dan tidak tepat dalam pembangunan lokasinya. Seperti lintasan LRT yang bukan berada di kota, kenapa tetap dibangun melayang (elevated)? Padahal bisa dibangun dengan non elevated yang lebih murah biayanya.
"Juga seperti pembangunan di dekat tol, untuk apa LRT bersebelahan dengan jalan tol, inikan fungsinya jadi sia-sia," tegasnya.