REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Amman Mineral Nusa Tenggara berencana untuk mengurus perpanjangan izin ekspor ke Pemerintah. Langkah ini diambil menyusul akan habisnya masa izin ekspor pada 21 Februari mendatang.
Presiden Direktur Amman Mineral, Rachmat Makkasau menjelaskan perusahaan saat ini masih menyiapkan proses pepanjangan izin. Dalam waktu dekat kata Rachmat perusahaan akan mengajukan perpajangan izin ekspor ini.
"Kita tanggal 21 Februari besok sudah habis izinnya, jadi kita sedang proses pengajuan," ujar Rachmat di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (21/1).
Rachmat menjelaskan untuk kuota ekspor pada tahun ini, Amman mineral menargetkan sebesar 336 ribu ton. Angka ini memang kurang dari target yang dipasang pada 2018 lalu sebesar 450 ribu ton. Hal ini dikarenakan realisasi ekspor pada 2018 lalu memang tidak mencapai target.
"Kita memang tidak capai kuota. Mau kita kejar sampai Februari ini juga sepertinya nggak sampai," ujar Rachmat.
Ia menjelaskan realisasi yang tak capai target ini lebih dipengaruhi karena adanya perubahan penambangan yang dilakukan perusahaan. Rachmat menjelaskan perubahan rencana penambangan ini dilakukan perusahaan agar perusahaan bisa lebih efisien.
"Kita ada reschedule mining memang. Kita lakukan itu supaya bisa lebih efisien," ujar Rachmat.
Pada 2018, Amman Mineral menargetkan produksi emas sebanyak 100 ribu ounces tahun ini dan tembaga 197 juta pound.
Produksi ini dihasilkan dari tambang Bukit Hijau. Secara keseluruhan untuk tahun ini Amman menargetkan produksi sebanyak 450.826 wet metric ton (wmt) konsentrat. Angka ini sesuai dengan pengajuan perusahaan dan telah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).