REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan tambang tembaga dan emas di Kabupaten Sumbawa Barat, NTB, Group PT Amman Mineral Internasional berupaya untuk mengembalikan fungsi hutan ke kondisi aslinya sesegera mungkin. Perusahaan melakukan program reklamasi secara paralel, yaitu program pemulihan dan perbaikan kualitas ekosistem hutan yang dilakukan bersamaan dengan operasional penambangan, sehingga tidak perlu menunggu operasional tambang usai.
Vice President Corporate Communication Amman Mineral Nusa Tenggara Kartika Octaviana mengatakan sepanjang 2022, luas area yang berhasil direklamasi sebesar 785 ha, dan rencana reklamasi pada 2023 sebesar 55 ha.
“Perusahaan telah menanam lebih dari 1,4 juta pohon di wilayah reklamasi Batu Hijau, salah satu unsur terpenting dalam kegiatan reklamasi hutan adalah penyediaan sumber flora (benih/bibit) yang bersumber pada beberapa lokasi di sekitar Batu Hijau,” ujarnya dalam keterangan tulis, Selasa (28/3/2023).
Kartika menyebut sifatnya yang site specific sesuai dengan tipe hutan di Batu Hijau, sumber flora ini diharapkan dapat mengembalikan keadaan ekosistem hutan kembali sesuai dengan rona awal melalui kegiatan reklamasi. Melalui berbagai survei pendahuluan flora dan upaya konservasinya, perusahaan juga menghimpun Buku Flora Batu Hijau yang dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan lingkungan dan bentuk kontribusi ilmu pengetahuan.
Salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan program reklamasi adalah dengan melihat bioindikator, seperti ragam kupu-kupu yang menandakan kesehatan ekosistem hutan. Keberadaan kupu-kupu site Batu Hijau sangatlah penting mengingat fungsinya sebagai polinator tanaman hutan reklamasi.
“Hasil penelitian terhadap sebaran dan jenis kupu-kupu di Batu Hijau juga dirangkum menjadi Buku Kupu-Kupu Batu Hijau, yang diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap serangga Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan keanekaragaman hayati,” ucapnya.
Tak hanya di dalam site Batu Hijau, perusahaan juga melakukan program rehabilitasi daerah aliran sungai berbagai wilayah di NTB, sebagai bentuk kewajiban perusahaan sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No 59 Tahun 2019. Bibit yang ditanam rehabilitasi daerah aliran antara lain durian, alpukat, kayu putih, kemiri, manggis, serta kayu putih.
Untuk memastikan program yang dijalankan perusahaan dapat terus berlanjut, perusahaan memberdayakan sejumlah elemen masyarakat, seperti kelompok tani dan perempuan, antara lain melalui kegiatan penyuluhan kegiatan penanaman bibit, proses penanaman, pemeliharaan serta dalam pemanfaatan hasil pohon, buah, hingga rempah yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Perencanaan kegiatan, termasuk pemilihan jenis tanaman juga mengakomodasi aspirasi masyarakat.
“Adanya edukasi yang tepat, masyarakat mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari pemeliharaan hutan, sehingga menjadi salah satu kunci keberlanjutan upaya pemeliharaan hutan,” ucapnya.