REPUBLIKA.CO.ID, SABAH -- Tawau, Sabah merupakan sebuah nama yang mungkin cukup asing di telinga sebagian masyarakat Indonesia. Akan tetapi, siapa yang menyangka di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia ini terdapat banyak ladang perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dimana terdapat banyak pula Tenaga Kerja Indonesia (TKI) beserta anak-anak mereka. Bisa dibayangkan rasa yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia di ladang sawit ini ketika teman-teman mereka di tanah air dapat mengenyam pendidikan, sedangkan mereka terancam untuk menjadi buruh ladang seperti orang tua mereka.
Pemenuhan pendidikan bagi anak-anak Indonesia di wilayah Sabah, Malaysia semakin sulit dilaksanakan karena adanya peraturan dari pemerintah Malaysia yang tidak mengizinkan anak-anak pekerja asing dapat mengikuti kegiatan belajar di Sekolah Kebangsaan Malaysia, sehingga yang tersisa hanyalah sekolah-sekolah swasta yang harganya semakin tidak terjangkau bagi para TKI.
Oleh karenanya dalam upaya untuk memaksimalkan pelayanan pendidikan di Sabah ini maka dicanangkanlah pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau Community Learning Centre (CLC) di ladang-ladang kelapa sawit yang menginduk dengan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), sehingga pendidikan anak-anak Indonesia di Sabah tidak terlalu memiliki kesenjangan yang kontras dengan pendidikan yang dinikmati oleh anak-anak Indonesia di dalam negeri. Namun, karena memiliki akses yang jauh dari ibu kota, sehingga fasilitas CLC masih banyak yang kurang memadai. Akibatnya, banyak orang tua berpikiran lebih baik sang anak ikut bekerja saja di ladang untuk menghasilkan uang dibandingkan harus mengenyam pendidikan.
Baca juga, Kunjungi Tawau, Mendikbud Janji Benahi Fasilitas Pendidikan
Pada Kamis (24/1), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi, melakukan kunjungan ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau Community Learning Centre (CLC) di Tawau, Sabah, Malaysia. Dua CLC yang dikunjungi adalah CLC Tunas Perwira dan CLC 12 Giram. Kedua CLC ini memiliki penampakan yang sungguh sangat berbeda. CLC 12 Giram sudah memiliki gedung yang memadai untuk kegiatan belajar mengajar karena mendapatkan bantuan langsung baik fasilitas bangunan dan pengajar dari Kemendikbud. Sementara, CLC Tunas Perwira yang digawangi oleh Thomas Tenu, kondisinya mengenaskan dengan bangunan atap tanpa dinding.
Usai mengunjungi CLC Tunas Perwira Muhadjir mengaku sangat kaget dengan kondisi bangunan CLC tersebut. Ia pun langsung berjanji akan segera membangun sebuah bangunan yang layak untuk kegiatan belajar mengajar para guru dan murid.
"Saya kaget melihat kondisi CLC Tunas Prima. Makanya saya langsung minta untuk segera dibangun," kata Muhadjir di Tawau, Kamis (24/1).
Terlebih, sambung Muhadjir, tanah yang digunakan Thomas dan istri untuk membangun CLC merupakan tanah wakaf. Warga Negara Malaysia mewakafkan tanahnya untuk dipakai Thomas membangun sekolah. "Sudah ada kata sepakat tanah sudah diwakaf ke Kemlu Konsul KJRI di Tawau. Jadi nanti kalau status tanah sudah pasti langsung kita bangun," terangnya.
Muhadjir menargetkan tahun ini pembangunan harus segera dianggarkan dan langsung dikerjakan. Menurutnya bangunannya akan menjadi satu atap untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Ia pun akan memberikan fasilitas yang memadai seperti buku untuk perpustakaan dan kebutuhan lainnya.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi mengatakan, bila dilihat dari kondisi tanah dan rencana pembangunan fasilitas pendidikan satu atap, diperkirakan anggaran membangun sekolah untuk anak para TKI itu tidak lebih dari Rp 2 miliar.