REPUBLIKA.CO.ID, Inas Widyanuratikah, Dian Fath risalah
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan hal yang didalami saat meminta keterangan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi pada Kamis (24/1). Salah satunya yakni terkait porsi dan peran menpora dalam persetujuan proposal dana hibah.
“Apakah memberikan persetujuan langsung atau memberikan delegasi ke bawahannya. Bawahannya itu bisa di level deputi atau bawahannya yang lain,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/1).
KPK memanggil Imam sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penyaluran dana hibah Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun anggaran 2018. Lembaga antikorupsi ini juga mendalami seberapa jauh Imam mengetahui peristiwa permohonan dana hibah oleh KONI tersebut.
“Seberapa jauh pengetahuan saksi (Imam) mengenai rangkaian peristiwa yang sedang didalami, seberapa jauh pengetahuan saksi terkait dengan alur dan proses pengajuan proposal,” ujar Febri.
Dalam pemeriksaan itu, KPK juga melakukan klarifikasi terkait adanya barang bukti yang disita dari ruang menpora dan di kantor KONI. KPK menduga sudah ada komunikasi sebelum proposal diajukan. Proposal dana hibah itu, kata dia, diduga hanya semacam formalitas saja.
“Siapa saja yang berkomunikasi, siapa saja yang berhubungan. Bagaimana //deal// itu terbentuk tentu saja belum bisa kami sampaikan saat ini tapi itu pasti kami dalami,” kata dia.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen di Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Total dana hibah Kemenpora untuk KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Pada tahap awal, KONI diduga mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.
Pengajuan dan penyaluran dana hibah diduga sebagai akal-akalan karena telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah atau sebesar Rp 3,4 miliar. Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto diduga menerima uang sekitar Rp 318 juta dari pejabat KONI menyangkut dana hibah tersebut.
Setelah diperiksa selama sekitar lima jam, Kamis (24/1), Imam mengaku ditanya seputar mekanisme masuknya proposal dana hibah dan posisi struktural di lembaga itu. “Yang pasti saya jelaskan tentang mekanisme setiap surat dan pengajuan yang bersumber dari masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, semua mekanisme itu harus mengikuti peraturan dan undang-undang yang berlaku di setiap kelembagaan pemerintah. Dia mengatakan, pengajuan surat-surat tersebut sudah berjalan dengan ketentuan yang berlaku dan pasti tercatat dengan baik di sekretariat atau bagian tata usaha.
Menurut undang-undang, kata Imam, sudah ada tugas yang jelas soal penanganan proposal. Imam menjelaskan, dalam undang-undang ada pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran. Penerima anggaran dan penerima batuan juga harus mempertanggungjawabkannya dengan baik.
Tugas menteri bukan hanya mengurusi soal masuknya proposal. Pengurusannya sudah dilakukan oleh unit teknis. “Tugas menteri itu tidak hanya soal proposal. Banyak tugas-tugas lain. Makanya itu ada yang namanya sekretaris. Tugas kementerian ada juga deputi, asdep,” kata dia.
(ed: mas alamil huda)