Kamis 31 Jan 2019 03:00 WIB

Menteri Susi Sampaikan Alasan Izin Kapal Masih Lama

KKP tidak menerbitkan izin atas kapal yang ditengarai memasukkan data yang salah.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Kapal nelayan melintas didekat gugusan pulau G, perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara, Jumat (28/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kapal nelayan melintas didekat gugusan pulau G, perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara, Jumat (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan alasan di balik proses perizinan kapal, baik Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), masih butuh waktu hingga berminggu-minggu. Mengutip pendapat Presiden Joko Widodo (Jokowi), lama waktu yang diperlukan untuk mengurus izin kapal masih lama, apalagi bila dibandingkan dengan proses perizinan usaha bidang lainnya yang hanya butuh waktu dua jam.

Menurut Susi, alasan utama di balik masih lamanya proses perizinan kapal adalah tidak sinkronnya laporan yang disampaikan pengusaha dengan kondisi di lapangan. Ternyata Kementerian Kelautan dan Perikanan punya formula sendiri untuk memastikan apakah laporan yang disampaikan pengusaha 'jujur' atau tidak.

"Tahun ini kita membuat kalau yang pelaporan hasil usaha dan hasil tangkap itu masih belum benar, kita tidak mau kasih izin keluar. Jadi misalnya pendapatan 2.000 ton setahun, pelaporannya cuma 20 ton. Suruh perbaiki," jelas Susi usai mendampingi Presiden Jokowi bertemu dengan ratusan pengusaha perikanan dan nelayan di Istana Negara, Rabu (30/1).

Susi menyampaikan, pihaknya memang sengaja tidak menerbitkan izin atas kapal-kapal yang ditengarai memasukkan data yang salah. Susi menyayangkan, opini yang disebarkan pengusaha adalah pemerintah yang mempersulit penerbitan izin. Padahal, menurutnya, bila data hasil tangkapan dimasukkan secara jujur dan dokumen yang diajukan lengkap, maka izin bisa keluar dalam hitungan hari.

"Banyak juga pengusaha yang memang tidak mau perbaiki, mereka hanya cerita di mana-mana izin susah di KKP. Padahal sudah jelas kita ingin laporan hasil tangkapan yang benar, hasil usaha yang benar, kenapa supaya kelihatan, naiknya angka pendapatan angka tangkapan itu berapa," kata Susi.

Susi memberi contoh di lapangan, ada pengusaha kapal yang memiliki hasil tangkapan sebanyak 2.000 ton ikan namun yang ditulis dalam dokumen pengajuan izin hanya 20 ton. Ia memahami bahwa jumlah tangkapan yang dilaporkan berimbas pada nilai pajak yang harus dibayarkan. Namun menurut Susi, pemahaman soal pelaporan yang jujur memang harus dibudayakan agar semuanya tercatat dan teratur, tak sekadar sah secara hukum.

"Kalau yang jujur satu pekan langsung keluar. Jadi pendapatan akui saja yang sebenarnya, kan laut sudah kita jaga, maka pelaku juga harus mulai jujur," kata Susi. 

Sebelumnya, Presiden Jokowi secara blakblakan menegur Menteri Susi lantaran proses perizinan kapal masih dianggap lama. Di depan ratusan pengusaha industri perikanan dan nelayan yang diundang ke Istana Negara, Presiden meminta Susi dan jajarannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membangun sistem perizinan berbasis teknologi yang makan waktu lebih singkat untuk menerbitkan izin, baik Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) atau Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).

"Waktu 20 hari itu masih lama. Di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) saja, dulu bertahun-tahun sekarang dua jam keluar sembilan jenis izin. Zaman kayak gini, zaman IT, masa izin masih berhari-hari," ujar Jokowi di Istana Negara, Rabu (30/1).

Teguran Jokowi kepada Menteri Susi ini muncul setelah seorang pengusaha kapal dari Indramayu, Jawa Barat, Suwarto, mengaku masih butuh waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikan perpanjangan SIPI. Pemilik kapal di atas 30 GT (tonase kotor) ini menyebutkan bahwa percepatan perizinan pun baru dirasakan dalam dua bulan terakhir, sejak Desember 2018 lalu. Pengakuan Suwarto ini pun ditanggapi beragam oleh pengusaha lain yang hadir di Istana Negara, ada yang sepakat bahwa perizinan kini lebih cepat, namun ada pula yang menilai perizinan saat ini masih lambat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement