REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS— Ribuan guru Tunisia berpawai pada Rabu (7/2) dekat kantor perdana menteri menuntut kondisi pekerjaan lebih baik dan gaji yang lebih tinggi.
Pemerintah berada di bawah tekanan dari para pemberi pinjaman internasional untuk memangkas pengeluaran dan mengurangi defisit anggarannya yang besar tetapi juga menghadapi kemarahan masyarakat akibat pengangguran tinggi, khususnya di antara kaum muda dan kemiskinan.
Di alun-alun al Kasbah di Tunis tengah, para guru meneriakkan: "Kami menginginkan hak-hak kami" dan "Ini merupakan revolusi pena", kiasan tidak langsung kepada revolusi "Musim Semi Arab" yang meletus di Tunisia pada 2011 dan menumbangkan Zine al-Abidine Ben Ali.
Para guru telah memboikot ujian bagi ratusan ribu siswa selama dua bulan, memicu ketegangan di negara Afrika Utara itu dan mendorong para orang tua untuk mengadakan demonstrasi sendiri.
Perhimpunan Orangtua Nasional telah menyerukan demonstrasi besar pekan ini untuk memprotes terhadap nasib anak-anak mereka, dengan mengatakan mereka telah menjadi sandera dalam perselisihan antara serikat para guru dan pemerintah.
Serikat Guru telah meminta kenaikan gaji dan pengurangan usia pensiun. Pemerintah tidak memenuhi tuntutan dan dinilai tak adil.
Namun pemerintah juga sedang berunding dengan serikat sektor publik yang berpengaruh, UGTT, yang mengancam mengadakan mogok dua-hari di seluruh negara itu bulan ini jika pemerintah tidak memberikan kenaikan upah bagi sekitar 670 ribu pekerja.
UIGTT, serikat terbesar di Tunisia, menutup sekolah-sekolah, universitas-universitas, kementeriaqn-kementerian dan kota-kota di seluruh Tunisia bulan lalu dalam mogok serupa di seluruh negeri.
Ekonomi Tunisia bergolak sejak revolusi 2011, yang juga dipicu oleh kemarahan atas pengangguran dan kemiskinan.