REPUBLIKA.CO.ID, Kenaikan harga tiket pesawat serta penerapan kebijakan bagasi berbayar oleh maskapai menjadi polemik pada awal tahun ini. Bagaimana sedianya dampaknya terhadap mereka-mereka yang hidup dari geliat transportasi udara? Wartawan-wartawati Republika mendalami hal tersebut di sejumlah bandara utama Tanah Air.
Lalu-lalang penumpang di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta (BSH) di Cengkareng, Tangerang, Banten, yang melayani rute penerbangan domestik itu tampak lengang pada Jumat (1/2). Hanya beberapa terlihat duduk di kursi tunggu, beberapa lainnya memasuki pintu keberangkatan.
Ia bukan pemandangan biasanya. Keriuhan di bandara tersebut sempat disebut mirip terminal bus atau stasiun kereta api oleh mereka-mereka yang biasa bepergian lewat udara. Di antara suasana lengang tersebut, tampak Riki Sanjaya (22 tahun). Petugas yang sehari-hari bekerja merapikan troli itu tak tampak sibuk.
"Semenjak bagasi naik (berbayar) jadi sepi. Penumpang juga banyak yang mengeluh gara-gara bagasi bayar. Troli juga jarang digunain," kata dia saat ditemui Republika di area antrean angkutan Terminal 1, Jumat (1/2). Ia mengatakan, penurunan penumpang terjadi dalam dua pekan terakhir.
Menurut dia, pada sore hari biasanya penumpang di Terminal 1 cukup ramai, baik yang hendak terbang maupun yang baru datang. Hari itu, sekitar dua jam ia mengumpulkan troli itu, baru terkumpul belasan. "Kalau dari kelihatannya, penurunan penumpang ada setengahnya," ujar dia.
Terminal 1 BSH sehari-hari dikhususkan untuk penerbangan domestik dua maskapai bertarif rendah, yakni Lion Air dan Citilink. Lion Air melayani penerbangan dari Terminal 1A dan 1B, sementara Citilink pada Terminal 1C. Belakangan, terjadi kenaikan harga tiket pada maskapai-maskapai tersebut.
Ditambah lagi, Lion Air Group telah menerapkan bagasi berbayar per 22 Januari 2019 lalu yang baru akan dievalusi pada 7 Februari nanti. Sementara itu, Citilink Indonesia masih menunda pemberlakukan bagasi berbayar sambil menunggu kajian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengenai aturan penerapan sistem ini.
Para penjaja makanan di Terminal 1 BSH juga mengeluhkan kondisi belakangan. Agus (25), seorang penjaga sekaligus pembuat kopi di kedai pintu masuk Terminal 1A, mengeluh karena penghasilannya turun.
"Apalagi sehabis Maghrib. Biasanya masih ramai, sekarang sepi," kata dia mengeluh.
Jika biasanya dalam sehari ia dapat membuat 20-25 gelas kopi, sepekan terakhir hanya belasan kopi yang ia buat. Lantaran pembeli tak banyak, mau tak mau ia menutup kedainya selepas Maghrib. Padahal, sebelumnya ia baru boleh pulang ketika jarum pendek jam telah menunjuk ke angka 10 pada malam hari.
Keluhan yang sama juga keluar dari Yon Firdaus (22), penjaga rumah makan yang menjajakan beraneka macam jenis soto. Menurut dia, soto yang dijajakannya pun tak selaris hari-hari sebelumnya. "Bisa 40 persen turun. Sebelumnya, lumayan ada terus (pembeli)," ujar dia.
Yon menuturkan, biasanya ia bisa meraup Rp 3 juta sampai Rp 4 juta tiap buka dari pukul 05.00 hingga 23.00. Saat ini, kata dia, Rp 2 juta pun tak sampai. "Harapan saya, harga tiket normalin lagilah," kata dia.
Sepinya Terminal 1 BSH juga membuat angka pengguna angkutan menurun. Seorang sopir taksi, Diking (42), mengklaim, pengaruh aturan bagasi berbayar dan meningkatnya harga tiket sangat besar memangkas penghasilannya. "Terasa banget," ujar dia mengeluh.
Dalam sehari, ia biasa mengangkut tiga sampai lima penumpang dari BSH. Namun kini, maksimal hanya dua kali. Penurunan penumpang itu, kata dia, dirasakan sejak 10 hari terakhir.
Pengemudi taksi lainnya, Sudaim (53), merasakan hal yang tak jauh berbeda. Telah empat jam ia menunggu di lobi Terminal 1, belum satu pun penumpang ia angkut. "Kemarin datang jam lima sore, dapat jam sembilan malam. Ini dari pagi baru satu rit," kata dia.
Menurut dia, penurunan penumpang hanya terasa di Terminal 1 BSH, sementara Terminal 2 dan 3 tak berdampak. Namun, pengemudi taksi sulit untuk mendapatkan penumpang di Terminal 2 dan 3. Pasalnya, tempat taksi menunggu di dua terminal itu terbatas.
"Suruh muter terus. Serbasalah," ujar dia.
Sudaim mengatakan, jika keadaannya seperti ini terus, ia sudah menetapkan hati untuk mencari pekerjaan lain.
Tak hanya taksi yang merasakan penurunan penumpang, angkutan massal, seperti bus Damri, juga merasakan hal yang sama. Puji R, salah seorang petugas Damri, mengatakan, penurunan penumpang sejak pemberlakuan bagasi berbayar sangatlah tinggi.
"Kalau jalur Merak hilang 200 orang per hari, sejak ada peraturan bagasi ini. Ya, pengaruhnya lumayan besarlah," kata dia.