Selasa 12 Feb 2019 13:35 WIB

Cara UMM Kurangi Golput di Ranah Mahasiswa

Banyak mahasiswa belum paham cara pindah hak pilih di Pemilu 2019.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Universitas Muhammadiyah Malang
Universitas Muhammadiyah Malang

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Presentase golongan putih (golput) di ranah mahasiswa disebut-sebut cukup tinggi. Salah satu alasannya karena daerah asal mahasiswa yang cukup jauh dari kampusnya saat ini.

Situasi ini juga diakui oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Fauzan. Masih banyak mahasiswa yang belum paham cara pindah hak pilih di Pemilu 2019. Sebab, perpindahan lokasi hak pilih tidak sekadar menyediakan KTP tapi juga terdapat persyaratan lain.

Melihat kondisi demikian, Fauzan menyatakan, sosialisasi pemahaman hak pilih perlu terus dilakukan. Di UMM sendiri, ia melanjutkan, pihaknya sudah bekerja sama dengan perangkat RT/RW dan kelurahan.

"Kita sarankan ke sini, karena jauh lebih efektif dari pada kampus (yang mengurusnya). Ini sudah kita minta (ke RT/RW atau kelurahan)," jelas Fauzan saat ditemui wartawan di Dome UMM, belum lama ini.

Saat ini para mahasiswa UMM masih dalam jadwal libur semester. Beberapa dari mahasiswa luar Pulau Jawa kemungkinan tidak pulang ke kampung halamannya. Namun untuk jumlah pastinya, dia mengungkapkan, terdapat 3.000-an mahasiswa UMM berasal dari luar Pulau Jawa.

Karena jumlahnya cukup besar, Fauzan pun berharap, tidak ada yang menempatkan dirinya sebagai golput di Pemilu 2019. "Kita harus menyukseskan Pemilu karena itu bagian dari sikap kebangsaan. Kita harapkan jangan ada yang golput," tambah dia.

Di kesempatan lain, Universitas Brawijaya (UB) dilaporkam memiliki mahasiswa sebanyak 55 sampai 60 ribu orang. Dari angka tersebut, 50 persen di antaranya diperkirakan bakal masuk sebagai golongan putih (golput).

Pemerhati Politik dari Universitas Brawijaya (UB), Andhyka Muttaqin, menjelaskan mahasiswa UB yang berasal dari daerah Jabodetabek sekitar 40 persen. Belum lagi 10 persen lainnya yang terdaftar sebagai mahasiswa dari luar Pulau Jawa.

"Kalau misalnya hanya memilih, ongkosnya sudah berapa? Sedangkan liburnya cuman sehari, jadinya agak tidak mungkin akan memilih," kata Andhyka kepada wartawan di Gedung Rektorat UB, Kota Malang.

Menurut Andhyka, angka 50 persen atau sekitar 27.500 mahasiswa golput termasuk sangat besar. Untuk jumlah suara Pileg DPR RI, angka ini sudah mampu memenangkan satu caleg. Bahkan, dengan hitungan 3.000 suara bisa mendatangkan beberapa pemenang caleg di DPRD kota/kabupaten.

Melihat situasi ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentu harus mendorong para mahasiswa untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2019. Para mahasiswa ini harus segera melakukan perubahan diri sebagai Daftar Pemilih Pindahan (DPPh). "Mereka maunya syaratnya tidak ribet dan mikirnya kalau ribet, mending nggak usah milih, tidur saja di kos," jelasnya.

Sebagai informasi, Pemilu 2019 akan dilaksanakan pada 17 April mendatang secara serentak. Di waktu serupa, mahasiswa diperkirakan akan memasuki masa Ujian Akhir Semester (UAS). Pendaftaran DPPh sendiri dibatasi sampai 17 Februari 2019.

Komisioner Bawaslu Kota Malang, Rusmifahrizal Rustam, menyatakan mahasiswa UB masih dapat menggunakan hak pilihnya meski tidak berada di daerah asal. Mereka hanya perlu mengajukan diri sebagai DPPh ke KPU Kota Malang. Hal yang pasti, ia melanjutkan, dia harus sudah terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah asalnya.

Adapun ihwal pendirian Tempat Pemungutan Suara (TPS) di kampus, Rusmi menilai, itu tidak masalah. Pendirian TPS dimungkinkan terlaksana dengan syarat maksimal mempunyai pemilih sebanyak 150 orang. Tidak hanya mahasiswa, TPS ini dapat digunakan juga oleh karyawan atau dosen setempat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement