Jumat 15 Feb 2019 08:55 WIB

Mural Jakarta Tempo Doeloe Hiasi Jalan Kakap

Kini, trotoar tempat mural jadi tempat jualan dan parkir liar

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Mural yang ada di Jalan Kakap, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara mengusung konsep Jakarta Tempo Doeloe, Rabu (13/2).
Foto: Mimi Kartika / Republika
Mural yang ada di Jalan Kakap, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara mengusung konsep Jakarta Tempo Doeloe, Rabu (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarte Punye Gaye, tulisan itu merupakan salah satu bagian dari mural yang ada di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara. Beragam mural interaktif menghiasi Kampung Tematik Sketsa di Kota Tua, tepatnya di sekitar Galangan VOC, berada di seberang Museum Bahari.

Tak hanya sebatasan lukisan di dinding, mural tersebut mempunyai ciri khas mengusung konsep Jakarta tempo doeloe. Mural yang berada di wilayah RW 05 Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, tersebut menceritakan kehidupan masyarakat Jakarta.

"Ada kelintji makan pepaja, pepajanja bekas dimakan toepai. Sedjak ketjil radjin membatja, nistjaja kamoe akan pandai," bunyi pantun bertuliskan ejaan lama yang menempel di dinding disertai gambar tiga orang anak sedang membaca buku.

Mural interaktif tersebut layaknya sebuah studio tiga dimensi (3D). Selain gambar, ada properti sungguhan. Mural tersebut memadukan benda sungguhan dengan gambar seolah-olah lukisan itu hidup. Salah satunya ada becak yang direkatkan di dinding, tetapi abang tukang becak hanyalah sebuah lukisan.

Namun, apabila dipotret dengan sudut pandang yang baik, mural tersebut akan tampak nyata. Selain itu, ada gambar tukang cukur Bang Jojo yang dipadukan dengan instalasi kursi untuk pelanggan duduk beserta cerminnya.

Ada juga ondel-ondel yang diikuti anak-anak yang menyaksikannya. Ada pula anak-anak yang sedang main petak umpet, pedagang kerak telur, lokomotif yang menggunakan bahan bakar batu bara, hingga potret seniman asli Betawi, yakni Benyamin Sueb.

Mural-mural itu dilukis di tembok kios-kios. Menurut pedagang mie ayam, Adi (32 tahun), yang kerap mangkal di Jalan Kakap, mural yang menghiasi dinding tersebut sudah ada sejak perhelatan Asian Games 2018 pada Agustus 2018 lalu.

"Sudah lama pas Asian Games sudah ada, tetapi pas bikin-bikin-nya saya enggak ada di sini lagi di kampung," ujar dia saat ditemui Republika, Rabu (13/2).

Adi mengatakan, mural itu cukup unik dan menarik perhatian. Kampungnya juga menjadi lebih berwarna dan rapi. Rupanya, pembuatan mural-mural tersebut tak tiba-tiba sembarang orang membuatnya. Mural itu merupakan buah kerja sama antara seniman, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, dan sebuah perusahaan cat sebagai kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Ketua RW 05, Didi Hermanto, menjelaskan, pengerjaan mural itu memang berbarengan menjelang Asian Games 2018. Namun, pada awalnya pembuatan mural merupakan bagian dari menata kampung menjadi Kampung Tematik Sketsa.

"Memang sifatnya kampung tematik pas berbenturan dengan Asian Games. Mereka pun menyambut juga temanya di situ, juga untuk wisatawan sebagai objek wisata," kata Didi.

Ia menjelaskan, kampungnya berada di Kota Tua, perlintasan Museum Fatahillah menuju Museum Bahari. Kawasan tersebut sarat akan sejarah dengan gedung-gedung zaman dahulu seperti Galangan Kapal VOC.

Ada juga Tugu Jangkar, penanda revitalisasi kota perjuangan Jayakarta sebagai titik awal pembangunan Pantura-Jakarta yang diresmikan Gubernur DKI Surjadi Soedidrja pada 1996 lalu. Area itu dilengkapi dengan bangku teman dan area penyandang disabilitas. Menariknya, lantai dan tembok di sepanjang area dihiasi lukisan abstrak warna-warni.

Berdasarkan pantauan Republika, situasi di Kampung Tematik Sketsa pada Rabu (13/2) pagi tampak sepi. Toko-toko yang ada di sana belum buka. Namun, trotoar yang berada di dinding tempat mural-mural itu justru digunakan sebagai tempat berjualan maupun parkir kendaraan motor.

Lalu lintas di sana terlihat ramai lancar. Kendaraan dari arah Jalan Pasar Ikan melalui jembatan ke Jalan Kakap bisa menembus untuk sampai di Jembatan Kota Intan hingga Museum Fatahillah. Begitu pun sebaliknya, melalui Kampung Tematik Sketsa itu, pengguna jalan bisa menuju Museum Bahari.

Menurut Didi, wisatawan lokal maupun asing biasanya ramai ketika akhir pekan ataupun hari libur nasional. Mereka yang melintasi Kampung Tematik Sketsa menyempatkan diri mengabadikan momen di mural-mural interaktif yang instagramable.

Namun, area Tugu Jangkar ketika Ahad malam pun selalu ramai oleh remaja. Ia berharap bagi siapa saja yang berkunjung selalu menjaga lingkungan dan tidak merusak fasilitas umum yang sudah ada. Didi pun mengimbau warga sekitar selalu menjaga kebersihan serta turut merawatnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement