Ahad 17 Feb 2019 17:03 WIB

Ini 'Risalah Pencerahan' Hasil Tanwir Muhammadiyah

Dokumen itu terdiri atas delapan poin penting

Rep: Ali Yusuf/ Red: Hasanul Rizqa
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Sidang Tanwir Muhammadiyah kali ini telah mengeluarkan rekomendasi. Dokumen yang disebut “Risalah Pencerahan” itu menegaskan upaya-upaya Muhammadiyah untuk mengaktualisaksikan Islam sebagai agama pencerahan serta pembangun kemajuan dan peradaban (din al-hadlarah).

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti kepada hadirin acara tersebut. Ada delapan poin dalam “Risalah Pencerahan.”

Pertama, beragama yang mencerahkan mengembangkan pandangan, sikap, dan praktik keagamaan yang berwatak tengah (wasathiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusian, laki-laki maupun perempuan,” ujar Abdul Mu'ti saat menyampaikan pidato penutupan Sidang Tanwir di Rumah Dinas Gubernur Bengkulu, Bengkulu, Ahad (17/2)

Poin tersebut, lanjut Abdul Muti, juga berarti menjungjung tinggi keadaban mulia dan memajukan kehidupan umat manusia. Visi itu dapat diwujudkan dalam sikap hidup yang amanah, adil, ihsan, toleran, serta berkasih sayang terhadap umat manusia tanpa diskriminasi.

“Menghormati kemajemukan dan pranata sosial yang utama sebagai aktualisasi nilai dan misi rahmatan lil 'alamin,” kata dia.

Poin kedua adalah menghadirkan pemahaman agama untuk memberikan jawaban atas berbagai problem kemanusian. Misalnya, kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan masalah lain, baik yang bercorak struktural maupun kultural.

“Gerakan pencerahan menampilkan agama untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusian,” ucap dia memaparkan.

Poin ketiga menegaskan khazanah `iqra, yakni menyebarluaskan penggunaan media sosial yang cerdas disertai kekuatan literasi berbasis tabayun, ukhuwah, ishlah, dan ta’aruf. Hal itu demi menunjukkan dan menyebarkan akhlak mulia.

Demikian pula, pada poin ini ditegaskan, pentingnya menjauhkan diri dari sikap saling merendahkan, tajassus, suuzhan, memberi label buruk, menebar kebencian, permusuhan, dan perangai buruk lainnya. Semua itu justru menggambarkan akhlak tercela, sehingga harus dihindari.

“(Poin) keempat, dalam beragama yang mencerahkan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat," tutur dia.

"Jihad dalam pandangan Islam bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan  permusuhan,” kata Abdul Mu'ti menegaskan.

Poin kelima menyoroti perlunya umat Islam melakukan perubahan strategi, yakni dari perjuangan melawan sesuatu (al-jihad li-al-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad li-al-muwajahah). Maknanya, kaum Muslimin diharapkan mampu memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama, apalagi dalam kehidupan saat ini yang memunculkan berbagai permasalahan dan tantangan yang kian kompleks.

Poin keenam, lanjut Abdul Muti, perlunya membangun manusia Indonesia yang lebih religius, berkarakter kuat, dan berkemajuan. Hal itu untuk menghadapi berbagai persaingan peradaban yang kian tinggi dengan bangsa-bangsa lain. Tujuan lainnya, untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang berkemajuan.

Ciri-ciri pembangunan manusia itu adalah, kapasitas mental yang membedakan dari orang lain, seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, teguh berprinsip, dan sifat-sifat khusus lainnya.

“Sementara, nilai-nilai kebangsaan lainnya yang harus terus dikembangkan adalah nilai-nilai spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan, kemandirian, kemajuan, dan keunggulan,” kata dia.

Poin ketujuh, Abdul Muti melanjutkan, beragama yang mencerahkan itu diwujudkan dalam kehidupan politik yang berkeadaban luhur. Ciri-cirinya disertai jiwa ukhuwah, damai, toleran, dan lapang hati dalam menghadapi perbedaan pilihan politik.

“Seraya dijauhkan dari berpolitik yang menghalalkan segala cara, menebar kebencian dan permusuhan, politik pembelahan, dan yang mengakibatkan rusaknya sendi-sendi perikehidupan kebangsaan yang majemuk dan berbasis pada nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa," tutur dia.

Poin kedelapan atau terakhir, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bermisi dakwah dan tajdid. Untuk itu, pihaknya terus berkomitmen kuat untuk mewujudkan Islam sebagai agama yang mencerahkan kehidupan. Hal itu mesti diresapi dalam jiwa, alam pikiran, sikap, serta tindakan para anggota, kader dan pimpinan Muhammadiyah.

“Niscaya itu menunjukkan pencerahan yang islami sebagaimana diajarkan oleh Islam serta diteladankan dan dipraktikkan oleh Nabi akhir zaman,” sebut dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement