REPUBLIKA.CO.ID, BALEENDAH- Angga Gurpasrah (26) asal Kampung Bojong Asih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung adalah salah satu warga yang rumahnya sering terendam banjir akibat luapan sungai Citarum. Baginya, banjir adalah hal biasa.
Saat ditemui di kantor Desa Dayeuhkolot, ia bercerita lahir di kampung tersebut tahun 1992. Ketika duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar (SD), ia mulai merasakan kondisi banjir. Namun katanya banjir saat itu berbeda dibandingkan banjir yang terjadi saat ini.
"Saya lahir 1992, sudah tahu banjir kelas tiga SD. Cuma banjirnya tidak seperti sekarang, paling dulu banjir di sisi jalan dan di dalam rumah enggak banjir. Tahun 2005 baru terjadi banjir masuk ke dalam rumah," katanya, Jumat (22/2).
Ia menuturkan, bagi warga di Kampung Bojong Asih banjir sudah rutin terjadi dan disikapi dengan biasa. Dirinya pun tidak berniat untuk pindah.
"Bagaimanapun lahir disini dan sudah betah di kampung sendiri. Mau pindah juga enggak punya uang," katanya.
Ia mengungkapkan, saat banjir masih banyak warga yang memilih bertahan di rumahnya di lantai dua. Menurutnya, listrik di pemukiman masih menyala sebab gardu listrik belum terendam banjir.
Angga menambahkan, beberapa kali sempat mengalami pengalaman buruk ketika banjir terjadi. Dua motor yang diparkir di pinggir jalan raib digondol maling beberapa tahun ke belakang. "Motor dua kali disimpan di pinggir jalan hilang. Saya terpaksa parkir di sana karena rumah terendam," ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini kondisi keamanan di lingkungannya saat banjir terjadi relatif aman. Sebab sudah ada CCTV yang dipasang pihak desa di jalan-jalan pemukiman.