Sabtu 02 Mar 2019 21:20 WIB

NU tak Pakai Istilah Kafir, Pengamat: Cegah Politisasi Agama

PBNU memutuskan untuk tidak menggunakan istilah kafir bagi WNI non-Muslim.

Ketua Umum Pergerakan Indonesia Arie Sudjito.
Foto: Republika/Wihdan
Ketua Umum Pergerakan Indonesia Arie Sudjito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) di Ponpes Miftahul Huda Al Azhar di Banjar, Jawa Barat, menghasilkan sejumlah rekomendasi salah satunya, adalah melarang penyebutan istilah kafir kepada non-Muslim. Keputusan ini dinilai sebagai upaya mencegah potensi konflik dan politisasi agama.

Menjelang pemilihan umum yang akan datang, pengamat sosiologi politik dari Fisipol UGM, Arie Sudjito, menilai rekomendasi NU terkait larangan menyebut kafir bagi non-Muslim lebih merupakan antisipasi dalam rangka mencegah potensi konflik dan kekerasan yang mengaitkan dengan identitas. Karena dalam suasana pemilu saat ini, menurutnya, ketegangan itu berpotensi muncul dengan penyebutan stigma pengkafiran.

Baca Juga

"Saya menilai putusan Munas NU di Jember itu bertujuan untuk mencegah potensi konflik menjelang pemilu, supaya tidak menggunakan stigmatisasi pengkafiran orang dan mencegah politisasi agama," kata Arie, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (2/3).

Ia menilai hal itu positif agar jangan sampai ada ketegangan di era politik seperti saat ini, yang muncul dari beberapa sumber. Salah satunya, kata dia, untuk menghindari terjadinya politisasi agama.

Arie juga menekankan agar rekomendasi itu tidak dikaitkan dengan keuntungan bagi partai politik yang memiliki anggota atau calon legislatif non-Muslim saat pemilu.

"Saya kira posisi NU dalam posisi khittah, tidak akan bertendensi seperti itu dan bukan itu tujuan NU dalam Munas di Jember," lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa rekomendasi itu harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah konflik dan bukan menguntungkan pihak manapun. Akan tetapi, menurutnya, hal itu juga untuk mencegah umat Islam ikut berkonflik antar sesama Muslim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement