REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) siap mengguyur perbankan di tengah pengetatan likuiditas. Namun, beberapa bank justru bersiap emisi obligasi atau sukuk untuk menambah likuiditas.
Analis Pasar Uang Rahmat Wibisono menjelaskan, cara tersebut belum tentu lebih efektif dibanding pemenuhan likuiditas dari BI. Sebab, semua bergantung dari liquidity gap atau kebutuhan likuiditas masing-masing bank.
"Kalau liquidity gap jangka pendek dan liquid asset bank lebih besar dari short term liabilities, maka lebih baik mengambil fasilitas pinjaman likuiditas dari BI," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (3/3).
Sebab, hal tersebut masuk dalam instrumen money market atau pasar uang dengan jangka waktu yang pendek. Namun, tentunya dengan asumsi tingkat suku bunga yang dapat diandalkan.
Sebaliknya, jika liquidity gap permanen dan jangka waktunya panjang, ia melanjutkan, lebih baik bank memenuhi kebutuhan likuiditasnya dengan menerbitkan obligasi. Dengan emisi obligasi, bank bisa mendapat likuiditas dengan jangka waktu yang lebih panjang dari yang didapat di pasar uang.
"Dan ini membuat bank punya cukup waktu untuk membenahi masalah struktur likuiditasnya," ujar dia.