Senin 04 Mar 2019 06:40 WIB

KHKH Tetapkan Tujuh Hutan Adat Baru

Hutan adat ini berada di empat kabupaten dan satu kota.

Lokasi tempat tinggal masyarakat adat Kampung Naga yang berada di antara hutan, perbukitan dan sungai di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Foto: ANTARA/FERI PURNAMA
Lokasi tempat tinggal masyarakat adat Kampung Naga yang berada di antara hutan, perbukitan dan sungai di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan tujuh hutan adat baru. Hutan adat ini berada di empat kabupaten dan satu kota.

Sampai dengan Februari 2019, KLHK telah menetapkan tujuh hutan adat yaitu Hutan Adat Kasepuhan Cirompang dan Hutan Adat Kasepuhan Pasireurih di Kabupaten Lebak, Hutan Adat Mude Ayek Tebat Benawa di Kota Pagar Alam, Hutan Adat Temua dan Hutan Adat Rage di Kabupaten Bengkayang, Hutan Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Hutan Adat Rimbo Tolang dan Rimbo Ubau di Kabupaten Dharmasraya.

Baca Juga

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan sejak Indonesia merdeka, baru pada 2016 untuk pertama kalinya dilakukan penyerahan Hutan Adat kepada masyarakat yang telah mendiami daerahnya secara turun-temurun, khususnya pada Masyarakat Hukum Adat dengan semangat perlindungan dan penjagaan hutan di atas wilayah adat.

"Hutan Adat merupakan sejarah baru dalam pengelolaan hutan di Indonesia," kata Siti, Ahad (3/3).

Hal ini disambut antusias oleh masyarakat Banten. Sebagaimana maklumat yang dihasilkan dari Riuangan 5 tahunan SABAKI ke-11 dengan tema Mendorong Pengakuan Wilayah Adat, yaitu mendorong Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, dan Perda Masyarakat Hukum Adat yang mengatur tentang Desa Adat.

"Kami mendorong masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mendiri secara ekonomi dan bermartabat dalam budaya," kata Ketua SABAKI Kanta.

Hutan adat bertujuan untuk perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan kearifan lokal, sehingga Hutan Adat tidak menghilangkan fungsi sebelumnya seperti fungsi lindung ataupun konservasi. Selain itu, kekhususan adat adalah kebersamaan (komunal) oleh karena itu Hutan Adat juga tidak untuk diperjualbelikan dan dipindahtangankan.

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan Pemerintah Kabupatan Lebak sangat mendukung kegiatan SABAKI dan telah menyampaikan maklumat dalam hal pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat.

Iti mengatakan bahwa Pemerintah Lebak telah mengeluarkan Perda Nomor 8 tahun 2015 tentang Masyarakat Hukum Adat Lebak, yang telah mengurai 522 masyarakat adat yang ada di kabupaten tersebut.

Iti Octavia juga mengatakan bahwa selama ini masyarakat adat memperoleh kesulitan ketika mengolah lahan yang berbenturan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Perhutani. Dengan adanya pengakuan Hutan Adat, masyatakat dapat berusaha dengan tetap menjaga kearifan lokalnya.

Penyerahan hutan adat telah dilakukan sejak 2016, 2017 dan 2018 di Istana Negara. Hutan Adat yang telah ditetapkan dan dicadangkan seluas keseluruhan lebih kurang 22.831 hektare (ha) yang terdiri dari penetapan atau pencantuman hutan adat (34 unit seluas keseluruhan lebih kurang 17.659 ha) dan Pencadangan Hutan Adat (1 unit) seluas lebih kurang 5.172 ha.

Riungan Gede SABAKI ke-11 berlangsung selama 3 hari dari tanggal 1 sampai dengan 3 Maret 2019, yang dihadiri sekitar 750 komunitas adat yang tersebar di Kabupatan Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Kabupatan Lebak dan Pandeglang (Banten).

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement