Rabu 06 Mar 2019 13:37 WIB

BPN: Prabowo Ingin Ciptakan Milenial 'Tangan di Atas'

Kalangan muda milenial didorong untuk mampu menciptakan lapangan kerja

Pengangguran (ilustrasi)
Pengangguran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prabowo-Sandi akan lebih fokus pada usaha menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya, untuk mencapai full employment. Mereka ingin menciptakan generasi milenial 'tangan di atas'.

Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dradjad Wibowo, mengatakan keinginan itu sudah menjadi program yang masuk di Pilar Ekonomi Prabowo-Sandi. "Itu butir kedua dalam Pilar Ekonomi Prabowo-Sandi," Dradjad Wibowo, kepada republika.co.id, Rabu (6/3).

Dalam ekonomi full employment itu, kata dia, bukan berarti tingkat pengangguran nol. Tingkat penganggurannya sedikit di atas nol. Karena masih ada pengangguran siklikal akibat siklus bisnis dan permintaan agregat, serta pengangguran struktural akibat kekurangan SDM dengan keahlian yang sesuai.

Dengan fokus di atas, menurut Dradjad, program ekonomi dirancang ke arah penciptaan lapangan kerja semaksimal mungkin. Misalnya, peningkatan produksi tanaman sumber pangan dan energi, industrialisasi pertanian, dan infrastruktur pertanian dan pedesaan. "Itu semua multiplier kesempatan kerja-nya besar sekali," jelas Dradjad.

Hal ini, lanjut Dradjad, masih ditambah langkah pengutamaan pada tenaga kerja lokal dibanding asing, insentif bagi start-up berbasis inovasi, program OK OCE, wisata halal, dan sebagainya. Bagi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan, disediakan program pelatihan dan magang yang ekstensif.

Menurut politikus PAN ini, langkah tersebut, akan jauh lebih mendidik dan ngajeni (menghargai, red) kepada anak muda yang belum mendapat pekerjaan. "Kita tidak ingin mernjadikan generasi milenial sebagai generasi 'tangan di bawah'. Kita justru perlu mendorong mereka menjadi pembuat lapangan pekerjaan atau pekerja dengan keahlian tinggi," paparnya.

Dradjad mengatakan saat ini urusan “Perkartuan” punya masalah kredibilitas. Dijelaskannya, BPJS Kesehatan saja masih defisit cukup besar. Sejumlah rumah sakit di berbagai daerah masih belum dibayar tunggakannya.

"Bahkan ada yang hingga puluhan milyar. Padahal BPJS Kesehatan itu terkait KIS (Kartu Indonesia Sehat)," ungkapnya.

Ditambahkannya, sekarang ada 7,04 juta penganggur. Jika mereka diberi sebulan Rp 500 ribu, berarti belanja APBN-nya Rp 42 triliun per tahun.

Dradjad memperkirakan jumlah pengangguran terbuka sebenarnya lebih dari 7 juta. Apalagi definisi bekerja itu adalah orang yang bekerja minimal selama 1 jam selama 1 minggu terakhir.

"Nah jika ada kartu ini, mereka yang bekerja 1 jam, atau mungkin 1 hari dalam 1 minggu, bisa saja mengklaim bahwa mereka juga pengangguran. Jumlah penganggurnya bisa meledak jauh di atas 7 juta," paparnya.

Untuk menutup defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 16,5 triliun saja sudah kelabakan. "Guru honorer K2 sejumlah 1,53 juta juga masih belum bisa kita angkat sebagai ASN. Bagaimana mau ditambah lagi dengan menggaji jutaan penganggur?" ungkap pakar ekonomi INDEF ini. Dradjad bisa memahami jika Wapres Jusuf Kalla juga kurang sepakat dengan program kartu untuk pengangguran.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement