Jumat 08 Mar 2019 15:56 WIB

Penjelasan Setiap Bulan dalam Penanggalan Islam

Setiap bulan dalam kalender Hijriah mengandung makna dan arti.

Awal bulan baru kalender Hijriyah didasarkan pada pergerakan bulan. Ilustrasi
Foto: .
Awal bulan baru kalender Hijriyah didasarkan pada pergerakan bulan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran bulan dan matahari menjadi patokan dalam sistem penanggalan. Peradaban Islam umumnya memakai sistem kalender bulan (lunar calendar), yang patokan awalnya mengambil dari peristiwa hijrah Nabi SAW dari Makkah ke Madinah. Maka dari itu, namanya disebut juga kalender Hijriah.

Berikut ini akan ditinjau satu per satu pengertian masing-masing bulan di dalam sistem almanak itu. Bulan pertama, Muharram, dinamakan demikian karena sangat dihormati dan terlarang berbuat kerusakan di dalamnya.

Baca Juga

Bulan kedua, Safar, yang berarti ‘perjalanan’. Buku Penanggalan Islam karya Muh Hadi Bashori menyebutkan, penamaan bulan itu mengikuti nama pasar di Yaman yang kerap dikunjungi para saudagar Arab, Safariyan. Sumber lain menyebutkan, nama bulan yang sama merujuk pada kata al-Ashfar yang berarti ‘kuning’. Sebab, pada bulan itu, daun-daun menguning dan berguguran.

Dua bulan berikutnya, Rabiul Awal dan Rabiul Akhir, berhubungan dengan musim semi bulan pertama dan kedua. Kata rabii’ dalam bahasa Arab berarti ‘musim semi.’ Keistimewaan bulan ketiga ini adalah, tanggal 12 dirayakan sebagai Maulid Nabi SAW. Sementara itu, Rabiul Akhir juga dimaknai sebagai ‘menetap’ (rabi’) yang terakhir. Maksudnya, kala itu pria Arab menetap terakhir di rumah untuk kemudian mengadakan perjalanan dagang ke negeri-negeri jauh.

Dua bulan selanjutnya, Jumadil Awal dan Jumadil Akhir, berkaitan dengan musim kemarau bulan pertama dan kedua. Dalam bahasa Arab, jamada berarti ‘kerontang’.

Kemudian, bulan Rajab yang secara kebahasaan berarti ‘menghormati.’ Hal itu disebabkan Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram.

Di masa jahiliyah, penduduk Arab menghormati Rajab dengan ritual menyembelih anak unta pertama yang lahir dari induknya. Pada Rajab, selain perang dilarang, pintu Ka’bah mulai dibuka. 

Penamaan bulan Sya’ban berasal dari kata syi’b yang berarti ‘lembah’ atau ‘berserak-serak’. Maknanya, pada bulan itu orang-orang Arab turun berbondong-bondong ke lembah-lembah yang subur dan oasis untuk mulai mengolah pertanian atau menggembala ternak.

Bulan kesembilan adalah Ramadhan, yang maknanya secara kebahasaan ‘panas terik’. Dalam syariat Islam, puasa sepanjang bulan Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.

Bulan ke-10 bernama Syawwal, yang artinya ‘peningkatan’ atau ‘terbit’. Hari pertama pada bulan ini dirayakan sebagai Idul Fitri. Oleh karena itu, Syawwal dapat dimaknai sebagai momentum peningkatan kualitas diri seorang Muslim setelah menempuh latihan Ramadhan selama satu bulan penuh.

Bulan ke-11 dan ke-12 berturut-turut adalah Dzulkaidah— secara leksikografis berarti ‘penguasa melakukan gencatan senjata’—dan Dzulhijah. Keduanya termasuk jajaran bulan haram sesuai perintah Allah SWT. Perang dilarang sepanjang bulan-bulan tersebut. Orang-orang Arab punya kebiasaan untuk lebih sering berada di rumah sepanjang Dzulkaidah. Bulan tersebut harfiahnya berarti ‘yang empunya rumah sedang duduk’.

Ibadah haji dilakukan pada Dzulhijjah—yang secara harfiah berarti ‘yang empunya haji’. Ritual ini sesungguhnya sudah berlangsung jauh sebelum risalah Islam turun kepada Nabi SAW. Pelaksanaan haji menurut Islam berlangsung pada tanggal 8, 9, dan 10 Dzulhijjah.

Perayaan Idul Adha tiap 10 Dzulhijjah digelar di seluruh penjuru dunia. Pada hari itu, orang Islam menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikan daging kepada mereka yang membutuhkan. Idul Adha juga memperingati perjuangan Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Nabi Ismail AS. 

sumber : Islam Digest Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement