Sabtu 16 Mar 2019 07:07 WIB

Teror Masjid: Dari Fortnite Hingga Supremasi Kulit Putih

Brenton Tarrant diduga penembak jamaah masjid an-Noor Christchurch, Selandia Baru.

Rep: Puti Almas, Rizky Jaramaya/ Red: Elba Damhuri
Polisi menjauhkan orang-orang  setelah penembakan yang mengakibatkan banyak kematian dan cedera di Masjid Al Noor di Deans Avenue di Christchurch, Selandia Baru, (15/3 2019).
Foto: EPA-EFE/Martin Hunter
Polisi menjauhkan orang-orang setelah penembakan yang mengakibatkan banyak kematian dan cedera di Masjid Al Noor di Deans Avenue di Christchurch, Selandia Baru, (15/3 2019).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCURCH -- Meskipun kepolisian Selandia Baru masih merahasiakan identitas resmi penembak di Masjid an-Noor, Christchurch, Wellington, Selandia Baru, jagad maya sudah ramai dengan terduga pelakunya.

Siaran langsung yang ia lakukan saat melakukan aksi kejinya, juga manifesto yang ia unggah sebelum penembakan mengungkap banyak hal soal pria yang diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant, seorang pria 28 tahun asal Australia.

Baca Juga

Sebelum melakukan seragan brutal, pelaku mengunggah manifesto 74 halaman ke jejaring sosial Twitter serta forum daring. Di dalam manifesto itu, Tarrant menyatakan kebenciannya terhadap imigran Muslim di Eropa.

“Kita harus mengamankan keberadaan rakyat kita untuk masa depan anak-anak kulit putih,” tulis dia.

photo
Anggota masyarakat yang berduka duduk di tepi jalan setelah penembakan yang mengakibatkan banyak kematian dan cedera di Masjid Al Noor di Deans Avenue di Christchurch, Selandia Baru, (15/3 2019).

Dalam sebuah gambar yang diunggah ke Twitter, Tarrant memperlihatkan magasin peluru senapan laras panjang bertuliskan sejumlah nama pelaku penembakan Muslim di Kanada dan Eropa.

Seperti milenial pada umumnya, internet dan segala tren di dalamnya diakrabi pria tersebut. Dalam sesi tanya jawab yang ia tulis sendiri, Tarrant membuat pertanyaan: “Apakah dirimu diajari melakukan kekerasan oleh gim video, musik, dan film?”.

Ia menegaskan, jawaban atas pertanyaan itu. “Ya, Spyro the Dragon 3 mengajari saya tentang etnonasionalisme, dan Fortnite melatih saya menjadi pembunuh dan mencampakkan mayat musuh-musuh saya,” tulisnya dalam manifesto.

Spyro adalah permainan pertualangan tahun 2000-an pada konsol Playstation 1. Sedangkan Fortnite adalah gim daring bergenre first person shooter yang menempatkan banyak pemain pemain untuk saling bunuh hingga menyisakan satu pemain pemenang.

Ia mirip dengan gim PUBG yang marak dimainkan di telepon genggam di Indonesia. Gim Fortnite tersebut marak diprotes berbagai pihak di Selandia Baru karena konten kekerasan di dalamnya. Seisi manifesto itu juga ditebari dengan meme dan candaan khas pengguna internet.

photo
Gambar yang diambil dari video terduga pelaku penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3).

Dalam siaran langsung yang ia ungah, sebelum melakukan penembakan, Tarrant juga tak lupa menyebutkan satu lagi referensi internet. “Ingat untuk subscribe ke PewDiePie,” ujar dia merujuk pada vlogger Youtube ternama dari Swedia, Felix Kjellberg.

Kjellberg mulanya kerap memposting video dirinya bermain dan mengomentari video gim. Belakangan, ia juga mengunggah video-video candaan yang sebagian diprotes karena dinilai mengandung muatan antisemit.

Kjellberg menanggapi seruan Tarrant itu dengan mengungkapkan rasa jijiknya. Ia juga mengucapkan belasungkawa terhadap keluarga korban.

Dalam manifestonya, Tarrant mengaku sebagai orang kulit putih yang berasal dari keluarga biasa dan berpenghasilan rendah dan berasal dari Grafton, Australia. Motifnya melakukan penembakan tersebut yakni untuk mengurangi tingkat imigrasi ke tanah-tanah Eropa. Tak hanya itu dia juga ingin membalas dendam terhadap serangan teror yang melanda Eropa beberapa waktu lalu.

Tarrant mengaku lahir dari kelas pekerja dan keluarga berpenghasilan rendah, serta melewati masa kanak-kanak dengan normal. Dia tidak melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi, dan memilih untuk berinvestasi di Bitconnect.

Adapun Tarrant telah mempertimbangkan serangan tersebut sejak 2017 ketika sedang bepergian ke Eropa dan menyaksikan banyaknya imigran di sana. "Saya merasa sudah cukup muak dan marah, kemudian saya pergi ke luar kota dan melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya," kata Tarrant.

photo
Gambar yang diambil dari video terduga pelaku penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3).

Sebelumnya, Tarrant berencana untuk menyasar masjid di Dunedin. Namun, dia berubah pikiran setelah mengunjungi masjid-masjid di Christchurch dan Linwood sekitar tiga bulan lalu.

Ia memilih Selandia Baru justru karena kesan aman negara tersebut.  "Bahkan daerah-daerah terpencil di dunia tidak ada lagi tempat yang aman dan bebas dari imigran," ujar Tarrant.

ABC News melacak bahwa Tarrant juga merupakan pelatih kebugaran di Grafton, Australia. Seorang pelatih manajer pusat kebugaran setempat, Tracey Gray, mengiyakan bahwa pria yang mengunggah siaran langsung penembakan adalah Brenton Tarrant.

Ia mengatakan, Tarrant tampaknya bukan orang yang menyukai senjata api. "Saya kira ada yang mengubahnya selama perjalanan di luar negeri," kata Gray.

(ed: fitriyan zamzami)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement