REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dengan pihak Inpex masih melakukan negoisasi untuk pengembangan Blok Masela. Proyek yang sempat digadang gadang akan menjadi proyek yang membawa dampak ekonomis sejak tiga tahun lalu belum juga diputuskan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Dwi Sucipto menjelaskan hingga saat ini antara pemerintah dan pihak kontraktor masih membahas perihal biaya pengembangan. Kedua belah pihak belum mendapatkan kata sepakat atas besaran biaya pengembangan blok yang terletak di Laut Arafura, Papua ini.
"Kita masih diskusi mengenai biaya. Pemerintah sesungguhnya berkeinginan supaya ini segera jalan," ujar Dwi di Kementerian ESDM, Selasa (26/3).
Dwi menjelaskan kesepakatan besaran biaya akan mempengaruhi kelayakan ekonomi dan juga penentuan besaran insentif. Besaran biaya ini nantinya juga akan mempengaruhi bentuk dari Plan of Development (PoD) Blok Masela. Dwi menilai, penawaran dari pihak kontraktor masih terlalu mahal.
Dwi menjelaskan apabila biaya pengembangan terlalu mahal, maka akibatnya pemerintah agak sulit memberikan insentif kepada perusahaan. Insentif tersebut berupa split, tax holiday, dan segala macam. Saat ini besaran split yang berlaku yakni 60 persen untuk negara dan 40 persen untuk kontraktor.
"Tetapi kembali lagi kalau misalnya dengan capex yang masih over, tinggi, kami tidak bisa memberikan insentif yang besar kepada investor. Sewajarnya saja," ujar Dwi.
Dwi mengungkapkan pembahasan mengenai biaya memakan waktu karena SKK Migas ingin memastikan biaya modal yang dikeluarkan wajar dan rasional. Namun, Dwi tak merinci berapa alokasi belanja modal (capex) yang diperlukan dalam rencana perusahaan.
"Misalnya, kami bikin bangunan, supaya tahan gempa tembok dibikin dengan ketebalan satu meter itu kan aman juga tapi kan itu berlebihan. Kayak angka-angka seperti itu kami diskusikan. Yang penting nanti bagaimana capex bisa yang rasional," jelasnya.
Namun Dia memastikan bahwa proyek pengambangan Blok Masela ini akan tetap dilakuan di Darat. Ia menjelaskan selain biaya yang diklaim lebih murah dibandingkan skema terapung, pengembangan di darat akan memberikan dampak perekonomian berganda bagi masyarakat.
Blok Masela sendiri merupakan salah satu lapangan migas dengan cadangan gas yang cukup besar. Lapangan yang kerap disebut lapangan gas abadi ini sudah dikelola oleh Inpex dan Shell sejak 30 tahun lalu. Saat perpanjangan kontrak, pemerintah meminta kontraktor untuk bisa mengubah skema pengembangan yang semula berada di lepas pantai menjadi di darat.
Padahal, di tahun 2014, Inpex bersama Shell merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 triliun kaki kubik (TCF) ke level 10,73 TCF. Di dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA dengan skema di laut (offshore).
Konsekuensinya, Inpex harus mengulang kembali proses kajian pengembangan LNG dengan skema baru. Rencananya, kapasitas produksi kilang nantinya mencapai 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas pipa dan 9,5 juta ton per tahun (MTPA) gas alam cair (LNG).