REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo meminta Pemerintah Cina untuk membebaskan Muslim Uighur yang berada di kamp-kamp penahanan di Xinjiang. Hal itu disampaikan setelah Pompeo bertemu dengan warga Uighur yang berhasil membebaskan diri dari kamp tersebut.
"Kami menyerukan kepada Pemerintah Cina untuk segera membebaskan orang-orang yang ditahan secara sewenang-wenang di kamp-kamp penahanan," ujar Pompeo, dilansir The Guardian, Kamis (28/3).
Pada Selasa (26/3) lalu, diplomat AS bertemu dengan seorang warga Uighur yakni Mihrigul Tursun. Dalam pertemuan tersebut, Tursun bercerita mengenai penyiksaan yang terjadi di kamp-kamp penahanan bagi kelompok minoritas.
Tursun mengatakan, dia terpisah dari anak-anaknya dan ditahan di sebuah sel sempit dengan 60 perempuan lainnya. Selama dalam tahanan, Tursun mengaku mengalami pemukulan selama interogasi 24 jam dan juga menderita sengatan listrik.
Selain itu, Pompeo juga bertemu dengan tiga perempuan Uighur yang kerabatnya tengah berada di kamp-kamp tahanan di Xinjiang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, Cina telah menahan satu juta warga Uighur di kamp-kamp terebut.
"Kami berupaya meyakinkan Cina bahwa praktik ini sangat mengerikan dan harus dihentikan," kata Pompeo.
Menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional, Pemerintah Cina telah menyita Alquran dari Muslim Uighur, dan memaksa mereka untuk minum alkohol serta mengkonsumsi daging babi yang dilarang dalam ajaran Islam. Pejabat Kementerian Luar Negeri Michael Kozak mengatakan, hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia paling serius di dunia.
Sementara itu, Cina membantah laporan penahanan dan penyiksaan Muslim Uighur. Cina mengatakan, mereka kamp-kamp tersebut merupakan pusat pelatihan pendidikan yang bertujuan melawan ekstremis Islam di wilayah barat laut Xinjiang.