REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Tuntutan hukum terhadap perusahaan produsen pesawat Boeing.co diajukan di pengadilan federal Amerika Serikat (AS), Kamis (28/3). Ini adalah gugatan pertama yang diberikan kepada perusahaan itu pascakecelakaan pesawat Ethiopian Airline 737 Max 8.
Gugatan diajukan melalui pengadilan federal AS di Chicago oleh keluarga Jason Musoni, seorang warga Rwanda. Keluarga tersebut menuding Boeing merancang 737 Max dengan sistem penerbangan otomatis yang cacat atau gagal.
Selain itu, Boeing dinilai gagal memberi peringatan terhadap banyak pihak, termasuk maskapai penerbangan dan pilot-pilot yang mengemudikan pesawat jenis itu. Kecelakaan Ethiopian Airlines disebut akan membuat lebih banyak lagi keluarga korban yang menuntut Boeing.co melalui pengadilan-pengadilan di AS.
Bahkan tuntutan yang diajukan di pengadilan AS dapat dilakukan oleh warga non-Amerika. Menurut pengamat hukum, mereka bisa mendapatkan kompensasi yang jauh lebih besar dengan melakukan hal itu, dibandingkan di negara lainnya.
Boeing hingga saat ini belum dapat mengomentari gugatan tersebut. Perusahaan itu mengatakan kerja sama dengan pihak berwenang mengenai investigasi kecelakaan terus dilakukan.
“Boeing bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mengevaluasi informasi terbaru yang tersedia. Seluruh pertanyaan mengenai investigasi kecelakaan dapat diberikan kepada otoritas terkait,” ujar pernyataan Boeing, Kamis (28/3).
Setelah kecelakaan Ethiopian Airlines terjadi pada 10 Maret lalu, sejumlah negara melarang penggunaan pesawat jenis Boeing 737 Max. Sejumlah pakar mengatakan terdapat fitur anti-stall dalam pesawat ini yang membuat terjadinya respons yang salah.
Hal ini ditemukan dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT610 di Indonesia yang terjadi pada Oktober tahun lalu. Otoritas Ethiophia menyatakan ada kesamaan jelas peristiwa yang terjadi dalam dua insiden ini berdasarkan analisis awal kotak hitam yang ditemukan di Ethiophian Airlines.