REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Munarman menanggapi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang menyebut sebagian dari anggota FPI memilih Jokowi-Maruf. Menurutnya, tidak ada satupun anggota FPI yang merasa menjadi responden LSI Denny JA.
"Terkait FPI, ini juga lucu, sampai hari ini tidak ada satupun dari anggota FPI yang merasa pernah menjadi responden LSI Denny JA," kata Munarman saat dikonfirmasi Republika, Rabu (3/4).
Munarman menjelaskan penggunaan diksi "di pemilih FPI" berarti responden bukan anggota FPI. Dia menyebut, dalam analisis LSI Denny JA tidak memiliki keterkaitan.
"Lha kan yang disurvei bukan anggota FPI, kok tiba tiba disebut berbeda sikap antara pimpinan dengan responden yang di survei. Kan gak nyambung itu," sambungnya.
Munarman menilai, LSI Denny JA memberikan informasi yang tidak benar atau missleading informasi. Sebab, penggunaan diksi FPI dan tidak satu pandangan dengan pimpinan FPI merupakan pola yang menyesatkan.
Menurutnya, orang yang tidak bisa membedakan antara pembentukan opini atau persepsi dan fakta akan terjebak dengan pola tersebut. Selain itu, pembentukan opini seperti yang dilakukan oleh LSI Denny JA tidak akan berdampak bagi FPI ke depanya.
Dia menuding LSI Denny JA telah melakukan survey collar crime karena menyalahgunakan ilmu statistik. Bahkan, lanjut Munarman, Denny JA telah mendapat paket program survei yang dibayar.
"Denny JA dengan LSI-nya mendapatkan paket lengkap program survei berbayar dari paslon 01, termasuk dalam paket ini adalah pembentukan opini melalui engineering survey dan produk meme," katanya.
Munarman melanjutkan, dalam beberapa survei pilgub, LSI Denny JA memiliki catatan track record yang hasilnya jauh dari prediksi. Dia mencontohkan, survei Denny JA dalam kurun waktu yang berbeda.
Pertama, dalam survei yang diumumkan bulan Januari 2017 untuk pilgub DKI, Anies-Sandi tersingkir di putaran pertama dengan hanya mendapat 21 persen, Ahok-Djarot 32,6 persen, AHY-Silviana 36,7 persen.
"Kenapa hasilnya bisa demikian? Karena LSI Denny JA waktu itu dibayar oleh paslon yang angka surveinya paling tinggi di survei LSI Denny JA," katanya.
Dalam Pilgub Jabar, LSI Denny JA merilis hasil survei yang diumumkan 21 Juni 2018. Pasangan Sudrajat-Syaikhu hanya mendapat 8,2 persen. Pada kenyataannya, hasil pilgub Jabar pasangan ini mendapatkan 28,74 persen.
Ketiga, dalam Pilgub Jateng, survei LSI Denny JA yang di rilis H-6 sebelum pencoblosan, pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah hanya mendapat 13 persen. Namun, ternyata hasil akhir Pilgub Jateng pasangan tersebut mendapatkan 41,22 persen.
Pada Selasa (2/4), LSI Denny JA merilis survei elektabilitas pasangan calon presiden 2019 berdasarkan katagori ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, FPI, PA 212. Hasilnya, pemilih dari NU mayoritas mendukung Jokowi-Maruf, sementara Muhammadiyah, FPI, dan PA 212 lebih condong ke Prabowo-Sandi.
Pemilih NU cenderung memilih Jokowi-Maruf dengan persentase range sekitar 62,4-68,8 persen dibandingkan ke Prabowo-Sandiaga sebanyak 31,2-37,6 persen. Di pemilih Muhammadiyah, rentang dukungan terhadap Prabowo-Sandiaga sebesar 51,3-57,7 persen, sementara dukungan terhadap Jokowi-Maruf sebesar 42,3-48,7 persen.
"Untuk pemilih PA 212 yang basenya sekitar 0,6 persen, rentang dukungan kepada Prabowo-Sandiaga sekitar 80,1-86,5 persen. Sedangkan Jokowi-Ma'ruf rentang dukungan 13,5-19,9 persen," kata Peneliti Senior LSI Denny JA Ardian Sopa di Kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta, Selasa (2/4).
Ardian mengatakan, Jokowi-Maruf tetap mendapat tempat di kalangan pemilih ormas FPI. Meski survei menunjukan pasangan Prabowo-Sandiaga memang unggul di kalangan pemilih FPI dengan rentang 52,4-58,8 persen, Jokowi-Maruf juga mendapat dukungan dengan rentang 41,2-47,6 persen.
"Jadi secara angka memang tidak terlalu jauh dan juga banyak terhadap Jokowi-Maruf, pertama lebih banyak ke Prabowo-Sandi. Mengapa lebih banyak? Karena Imam besar FPI (Habib Rizieq Shihab) mendukung capres yang didukung ijtima' ulama yakni Prabowo-Sandiaga," ujarnya.