REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, kelompok eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berada dalam situasi sulit pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ini. Sebab, posisi mereka pascadibubarkan itu makin terhimpit.
Pangi mengatakan, kalau pun eks HTI itu memilih pasangan Prabowo-Sandi, belum tentu juga pendapat mereka terkait sistem kenegaraan atau bahkan organisasinya dihidupkan lagi. Sebab, kata Pangi, Prabowo sudah menegaskan bahwa Pancasila adalah harga mati.
"Pak Prabowo kan bilang, 'Saya lahir dari rahim ibu Nasrani, bagi saya Pancasila harga mati, saya berani mati demi Pancasila', artinya tempat untuk HTI ini memang sudah sulit," kata dia usai menghadiri diskusi yang digelar Suropati Syndicate di Menteng, Jakarta, Sabtu (6/4).
Menurut Pangi, eks HTI ini punya beban masa lalu soal organisasinya yang telah dibubarkan dan bukan tidak mungkin mereka ingin memperjuangkan kembali dengan berpartisipasi pada pemilu kali ini. Namun, ia mengingatkan, selama ini orang-orang eks HTI selalu golput dalam pemilihan umum.
"Mereka tidak tertarik dengan demokrasi, dan mengatakan itu haram kan. Sistem yang diperjuangkan adalah khilafah," paparnya.
Karena itu, Pangi masih meragukan kelompok eks HTI akan ikut mencoblos pada pemilu kali ini dengan memberikan dukungan pada pasangan Prabowo-Sandi. Sebab, selain karena penolakan mereka terhadap demokrasi, juga karena perkataan Prabowo soal kesetiaannya pada Pancasila.
Pangi melanjutkan, jika kemudian eks HTI menyatakan taubatnya, mengakui Pancasila dan Prabowo menjamin eksistensinya karena itu bagian dari demokrasi, tentu ada kemungkinan eks HTI ini akan mendukung kubu 02. "Diamnya mereka selama ini akhirnya digebuk juga kan. Mereka harus ambil keputusan politik untuk memilih Prabowo karena diam pun tidak ada untungnya bagi keselamatan organisasi mereka," jelasnya.