REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pariwisata halal telah memasuki era 2.0 yang artinya memungkinkan pemanfaatan teknologi. CEO Mastercard Indonesia, Tommy Singgih menyampaikan teknologi menjadi instrumen penting untuk pengembangan wisata halal.
Teknologi memungkinkan informasi bisa menyebar secara masif. Contohnya, berbagi pengalaman di media sosial menjadi alat paling ampuh untuk pemasaran. Selain itu, materi promosi yang disebarkan secara digital menjadi lebih efektif.
CEO CrescentRating, Fazal Bahardeen menyampaikan peluang ini harus disambut oleh pelaku pasar. Sebab, potensi wisata halal semakin besar dari proyeksi CrescentRating. Estimasi pada 2026, diperkirakan pasar wisata halal yakni mencapai 230 juta pelancong.
"Proyeksi volume wisata halal yang diraih dari sistem pembelian online atau digital mencapai 180 miliar dolar AS," katanya dalam peluncuran Global Muslim Travel Index 2019, di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (9/4).
Ia menekankan teknologi menjadi faktor kunci untuk pengembangan. Hal ini sudah disadari oleh Korea dan Jepang yang mendesainnya khusus untuk kebutuhan pasar Muslim.
Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Arief Yahya mengatakan Indonesia menggunakan sebagian besar anggaran promosi melalui sektor digital. Indonesia melakukan sejumlah upaya promosi termasuk dengan branding Wonderful Indonesia dan penjualan langsung di luar negeri.
"Branding kita sudah melompat dari posisi 100 ke posisi 47, rahasianya sebagian besar anggaran kita alokasikan menggunakan digital, digital hampir 70 persen," kata dia.