REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua AU, siswi SMP yang menjadi korban pengeroyokan belasan anak SMA di Pontianak, menolak berdamai. Mereka memilih tetap melanjutkan kasus yang telah menyebabkan anaknya menderita ke jalur hukum.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) menerima laporan dari ibu korban pada 5 April 2019. Sejak itu, KPPAD terus melakukan pendampingan terhadap kasus tersebut, termasuk ketika proses mediasi berlangsung antara ibu korban dengan para pelaku yang juga didampingi keluarganya. Mediasi sendiri dilaksanakan di Polsek Pontianak Selatan pada Jumat 5 April 2019 pukul 14.00 WIB.
“Hasil mediasi tidak ada kesepakatan untuk berdamai,” kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Selasa (9/4).
Retno melanjutkan, KPPAD Kalbar menerima Pengaduan atas kasus pengeroyokan siswi SMP yang disampaikan ibu korban dengan nomor pengaduan No: 024/KPPAD/Pgdn/IV/2019. Disampaikan juga saat pengaduan, bahwa akan dilakukan trauma healing terhadap korban yang dilakukan di kantor KPPAD Kalbar.
Selanjutnya, kata Retno, karena pihak keluarga korban tetap ingin kasus diselesaikan dengan hukum maka pada Senin, 8 April 2019, KPPAD Kalbar melakukan koordinasi dengan Polsek Pontianak Selatan. Untuk selanjutnya penanganan kasus tersebut ditindaklanjuti oleh Polresta Kota Pontianak.
Setelah mengurus berkas kasus di kepolisian KPPAD Kalbar selanjutnya melakukan koordinasi dengan sekolah para pelaku penganiayaan. Ternyata, 12 siswi tersebut berasal dari tiga sekolah yang berbeda.
“Menurut ketiga pihak sekolah bahwa pelaku merupakan sisiwi yang tidak pernah memiliki masalah dan mereka juga aktif mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah masing-masing,” kata Retno.
Dinas Pendidikan Kalimantan Barat pun melakukan pemanggilan terhadap tiga sekolah ini. Mereka akan melakukan rapat terkait masalah yang menimpa para peserta didiknya.
“Dan hari ini, Selasa (9/4) KPPAD Kalbar juga mengunjungi korban untuk melihat kondisi korban di rumah sakit dan memastikan kondisi kesehatan korban,” kata Retno.
Terakhir, tambah Retno, pihaknya juga menepis tuduhan bahwa KPPAD seolah menyarankan agar kasus tersebut diselesaikan dengan secara damai. Menurutnya, sejauh ini justru KPPAD yang melakukan pendampingan terhadap ibu korban yang melaporkan langsung kepada KPPAD.
Ia juga menegaskan bahwa KPAI tidak pernah membenarkan kekerasan dengan segala alasan. “Segala bentuk kekerasan dengan alasan apapun tidak dibenarkan dan tidak boleh dilakukan siapapun termasuk mereka yang berusia anak-anak,” tegasnya.
Oleh karena itu, atas tuduhan tersebut KPPAD Kalbar juga telah melaporkan akun media sosial milik Ziana Fazura kepada Polda Kalimantan Barat. Karena pernyataannya di media sosial dan telah viral menyatakan bahwa KPPAD Kalbar mengarahkan penyelesaian kasus secara damai.
“Untuk penanganan kasus pidananya menjadi kewenangan sepenuhnya pihak kepolisian, dan KPAI maupun KPPAD KALBAR menghormati dan mendukung polisi bekerja menangani kasus ini sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,” ujarnya.