REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan pengusutan kejahatan terhadap Novel Baswedan mengaku memeriksa sejumlah perwira tinggi di kepolisian. Anggota Dewan Pakar Tim Gabungan Nur Kholis mengungkapkan, pemeriksaan terhadap beberapa nama perwira tinggi Polri itu lantaran dinilai mengetahui kasus aksi penyiraman air keras terhadap Novel.
“Sudah beberapa kami periksa. Persisnya saya lupa kalau perwira. Mungkin dua atau lebih. Tingkat bintang saya pastikan ada,” kata Nur Kholis kepada Republika.co.id saat dihubungi, Rabu (10/4). Tim Gabungan, kata dia, saat ini terus bekerja mengungkap fakta peristiwa yang dialami Novel Baswedan, pada 11 April 2017 lalu.
Nur Kholis mengatakan, proses pengungkapan fakta peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel terus dilakukan. Pada Rabu (10/4) Tim Gabungan yang terdiri dari lima aggota Dewan Pakar, dan dua anggota pendamping, memeriksa sejumlah saksi-saksi di Ambon, Maluku. Tiga hari mereka di sana melakukan uji alibi dari hasil penyelidikan dan penyidikan Polri sebelumnya.
Nur Kholis menerangkan, uji alibi saksi-saksi di Ambon, merupakan kelanjutan dari proses serupa di sejumlah kota. Sebelum ini, Tim Gabungan melakukan pemeriksaan saksi dan uji lapangan di Bekasi, dan Sukabumi, Jawa Barat (Jabar).
Setelah itu, kata Nur Kholis, tim beranjak ke Malang, Jawa Timur (Jatim juga untuk memeriksa saksi. “Saksi-saksi ini bukan tersebar di beberapa tempat. Tetapi kan begini, saksi-saksi ini berdasarkan waktu berpindah-pindah tempat. Walaupun pindah kemana, tetap Tim Gabungan akan temui,” ujar dia.
Selain melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi, Nur Kholis juga mengatakan, tim juga sedang mengupayakan untuk menguak alat bukti dan petunjuk. Kata dia, ada petunjuk dari rekaman CCTV di lokasi penyerangan terhadap Novel yang memiliki kualitas buruk gambarnya.
Terkait itu, kata dia Tim Gabungan bekerja sama dengan mitra dari Kepolisian Inggris untuk mempertajam kualitas gambar CCTV tersebut.Selain itu, Tim Gabungan juga melibatkan keterangan ahli kimia dan pakar mata dalam mencari petunjuk terkait penyerangan terhadap Novel.
Tim Gabungan dibentuk oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 8 Januari 2019. Tim tersebut bertugas selama enam bulan mengungkap fakta peristiwa yang terjadi pada 11 April 2017. Yaitu aksi kejahatan berupa penyiraman air keras, yang menyasar penyidik Komisi Pemberantasan Korkupsi (KPK) Novel Baswedan. Penyerangan tersebut membuat mata kiri penyidik 41 tahun itu rusak dan membuat penglihatannya tak maksimal berfungsi.
Dua tahun peristiwa tersebut, sampai hari ini belum ada satupun nama tersangka. Kepolisian belum berhasil menangkap pelaku, dan aktor utama penyerangan. Novel sendiri tak percaya dengan kinerja dan orang-orang dalam Tim Gabungan tersebut.
Sebagai korban, Novel beberapa kali diminta agar memberikan kesaksian di internal Tim Gabungan. Akan tetapi, Novel menolak. Novel, meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang lebih dapat menjamin objektivitas penyelidikan dan penyidikan.
Namun harapan Novel agar Presiden Jokowi membentuk TGPF tak terkabulkan. Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi menyampaikan, alasan presiden tak membuat TGPF karena masih memegang komitmen janji Kapolri Tito yang menyatakan sanggup membongkar kasus serangan terhadap Novel.
Presiden Jokowi, kata Johan sudah tiga kali memanggil Kapolri menanyakan proses penyeldidikan dan penyidikan penyerangan terhadap Novel.
Namun, sampai hari ini, pengungkapan aksi penyerangan tersebut masih membuahkan satu nama yang dapat diseret ke penuntutan. Johan mengatakan, Presiden Jokowi tetap pada kuasa mengawasi kinerja Polri terkait kasus tersebut.
“Bahwa Polri belum berhasil harus diakui bahwa itu memang belum berhasil. Itu perlu di, apa dicambuk lagi untuk bekerja lebih keras. Kita perlu selalu mengingat Kapolri agar kasus ini segera tuntas dan terungkap,” kata Johan.