REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak dengan HIV-AIDS (ADHA) membutuhkan pendampingan secara psikologis guna mengatasi stigma atas penderitaannya itu yang bisa menimbulkan trauma. Psikplog anak, Ratih Zulhaqqi mengatakan, memang ada yang namanya trauma healing (pemulihan trauma). "Tapi perlu dilakukan periksa lebih lanjut, seperti teknik apa yang bisa diterapkan dengan anak seperti ini," kata dia saat ditemui di Klinik Kancil di kawasan Duren Tiga, Jakarta, Selasa (23/4).
Pendampingan secara psikologis, menurut dia, akan membantu anak-anak dengan HIV-AIDS menghadapi stigma dan melawan trauma. Ratih menjelaskan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai seluk beluk penularan HIV-AIDS menjadi salah satu penyebab munculnya stigma terhadap ADHA. "Karena rendahnya pengetahuan akhirnya memunculkan pandangan negatif tentang HIV-AIDS," kata dia.
Dia menyebut kasus penolakan 12 anak dengan HIV oleh orang tua murid di Solo beberapa waktu lalu sebagai salah satu bukti rendahnya pemahaman masyarakat mengenai HIV-AIDS. Dalam kasus itu, kata dia, kekurangpahaman beberapa orang mengenai penularan HIV-AIDS membuat ADHA tidak bisa mengakses layanan pendidikan sebagaimana anak-anak yang lain.
"Pendidikan itu hak semua tanpa pandang bulu. Walaupun sakit, dia juga berhak dapat pendidikan dan melanjutkan kehidupan dengan layak," kata Ratih.
Ia mengimbau masyarakat secara proaktif mencari informasi lebih lanjut mengenai HIV-AIDS agar bisa lebih terbuka menerima ADHA. "Masyarakat harus lebih peka dan edukasi diri, karena itu juga tugas pribadi bukan hanya tugas pemerintah," ujarnya.