Rabu 24 Apr 2019 07:07 WIB

Hikmah Kisah Para Pemuda Ashabul Kahfi

Mereka teguh beriman dan senang mengkaji agama bahkan sedari muda

(Ilustrasi) Pemuda Ashabul Kahfi sepenuhnya berserah diri pada Allah SWT
Foto: Republika/Mardiah
(Ilustrasi) Pemuda Ashabul Kahfi sepenuhnya berserah diri pada Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara garis besar, kisah Ashab al-Kahf mengajarkan kepada kaum Muslimin tentang pentingnya memanfaatkan masa muda untuk berjuang di jalan Allah. Seorang pemuda Muslim mesti menyadari peran sebagai tunas harapan umat yang akan meneruskan dakwah tauhid di masa depan.

Oleh karena itu, tidak ada kecenderungan untuk membuang-buang waktu dengan perbuatan yang sia-sia. Seperti halnya para penghuni gua, kualitas utama yang semestinya dimiliki mereka adalah, pertama, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga

Hal itu telah ditegaskan dalam surah al-Kahf ayat ke-13 yang membuka kisah menakjubkan ini: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.

Derajat mereka naik pertama-tama karena ada iman di dalam hati. Ayat yang sama juga mengindikasikan iman mesti disertai dengan keinginan yang teguh untuk mempelajari agama dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu, Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya “untuk mereka petunjuk.”

Ketujuh pemuda tadi setelah beriman juga mengkaji Kitabullah (dalam konteks zaman mereka: Injil) dengan serius. Barulah kemudian mereka menyeru kepada pemimpin untuk beriman, menyembah hanya kepada Allah Ta'ala, tidak menyekutukan-Nya dengan berhala atau sesuatu pun.

Ayat selanjutnya, menunjukkan adanya kualitas kedua dari para pemuda mukmin yang unggul: keteguhan berprinsip: “Dan Kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, ‘Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.’”

Mereka tidak goyah dan tidak pula ikut-ikutan dalam kesesatan yang dilakukan para pemimpin, khususnya dari generasi di atasnya.

Kualitas ketiga adalah mengamalkan dakwah kepada kaum yang jauh dari nilai-nilai tauhid. Surah al-Kahf ayat ke-15 menggambarkan hal tersebut, ketika para Ashab al-Kahf–sebelum berlindung ke dalam gua—menggugat manfaat dari penyembahan terhadap dewa-dewi.

Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement