REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski pemilihan presiden (Pilpres) 2019 telah berlangsung sepekan lalu, tapi perang urat saraf antarpendukung pasangan calon masih terus berlangsung, terutama di media sosial.
Kisruh teranyar adalah boikot terhadap 'Nasi Padang'. Boikot nasi Padang diembuskan oleh pihak-pihak tertentu di media sosial akibat dengan kekalahan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin versi hitung cepat di Sumatera Barat.
Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno enggan mengomentari aksi boikot Nasi Padang yang ramai dibincangkan di media sosial tersebut. Justru menurut Sandiaga, Nasi Padang merupakan salah satu masakan yang sangat terkenal seantero nusantara. Maka sangat tidak elok hanya kerena pilpres bangsa ini terpecah belah.
"Saya lebih baik no comment. Soal masakan padang kita harus jauh lebih dewasa, kita punya kuliner yang terbaik, rendang itu juara dunia," tegas mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, saat ditemui di Media Center Prabowo-Sandiaga di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Rabu (24/4).
Apalagi, kata Sandiaga, selain nasi goreng dan rendang, masakan Padang sudah dinobatkan yang terbaik. Maka ia berharap agar rakyat Indonesia tidak 'juniper' (julid, nyinyir, dan baper) hasil dari Pilpres 2019 ini.
Padahal, Sandiaga menilai, kekuatan bangsa salah satunya kuliner. Sebab, dengan kuliner ekonomi bisa terus bergerak.
"Mari para elite dan masyarakat semua menyikapi hasil pilpres ini dengan hati yang lapang dan Sumatera Barat sudah sampaikan apa yang jadi pilihannya dan akan kita kawal nanti hasil C1-nya" tambahnya.
Selanjutnya Sandiaga juga mengimbau agar hasil perolehan suara di Sumatera Barat itu tidak dikaitkan dengan Nasi Padang. Sebab bagi ia, tindakan wacana pemboikotan tersebut sangat tidak dewasa dan kekanak-kanakan.
"Jangan diartikan masakan padang itu terus harus di boikot atau apapun yang tidak memilih Prabowo Sandi tidak boleh masak, makan masakan Padang," ujar Sandiaga.