Ahad 28 Apr 2019 13:20 WIB

Militer Sudan dan Oposisi Membentuk Dewan Bersama

Dewan transisi sedang menyepakati jumlah anggota dewan dari sipil dan militer.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Demonstrasi di Khartoum, Sudan pada 15 April 2019.
Foto: AP Photo/Salih Basheer
Demonstrasi di Khartoum, Sudan pada 15 April 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Militer Sudan dan koalisi oposisi telah mencapai terobosan dalam pembicaraan untuk membentuk dewan sipil-militer bersama. Dewan sipil-militer akan bersama-sama memimpin transisi negara setelah digulingkannya Presiden Omar al-Bashir.

Dewan Transisi Militer (TMC) dan Pasukan oposisi untuk Deklarasi Kebebasan dan Perubahan, sebuah koalisi kelompok oposisi yang dipimpin oleh Asosiasi Profesional Sudan, sepakat membentuk komite bersama untuk mengatasi perselisihan politik pada Rabu (17/4) lalu.

Baca Juga

Pertemuan hari Rabu diikuti oleh pengunduran diri tiga anggota dewan militer yang dituduh oposisi membunuh demonstran dan mewakili rezim lama. Kelompok oposisi dan TMC kemudian kembali bertemu pada Sabtu (27/4) untuk membicarakan prinsip-prinsip kesepakatan dalam dewan sipil-militer bersama. Namun dalam kesepakatan tersebut tidak ada pembagian kursi untuk badan baru.

"Kami menyepakati dewan gabungan antara sipil dan militer. Kami sekarang dalam konsultasi tentang berapa persen dewan harus diwakili oleh warga sipil dan berapa banyak oleh militer," ujar salah satu pemimpin kampanye protes, Ahmed al-Rabia, yang terlibat dalam pembicaraan pertama komite baru itu, dilansir dw.com, Ahad (28/4).

Terobosan pemerintahan bersama tersebut muncul ketika ribuan pengunjuk rasa tetap berkemah di depan markas tentara di ibukota, Khartoum. Mereka melakukan unjuk rasa untuk memberikan tekanan pada militer untuk menyerahkan kekuasaan kepada warga sipil. Oposisi khawatir bahwa loyalis militer dan Bashir akan terus menjalankan negara, menggantikan satu kediktatoran militer dengan yang lain.

TMC telah menangkap beberapa mantan pejabat rezim, mengumumkan langkah-langkah anti-korupsi dan berjanji untuk memberikan beberapa kekuatan kepada otoritas sipil eksekutif. Tetapi, TMC menyarankan agar tetap mempertahankan kekuasaan kedaulatan tertinggi.

Pemerintah Barat telah mendukung tuntutan oposisi untuk pemerintahan sipil. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah memberikan bantuan ekonomi kepada dewan militer yang dipimpin oleh Letjen Abdel Fattah al-Burhan. Sedangkan Turki dan Qatar, yang merupakan pesaing negara-negara Teluk Arab, juga berusaha melindungi pengaruh mereka di Sudan setelah pergolakan politik.

Sementara itu, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi memegang kepemimpinan Uni Afrika saat ini dan dekat dengan negara-negara Teluk Arab, mengatakan transisi politik ke pemerintahan sipil perlu waktu untuk menghindari kekacauan.

Aksi protes dimulai pada pertengahan Desember karena krisis ekonomi yang semakin dalam. Aksi protes  dengan cepat berubah menjadi tantangan berkelanjutan terhadap kepemimpinan Bashir. Dia telah digulingkan, dan ditahan di penjara di Khartoum bersama mantan pejabat lainnya.

Mahkamah Pidana Internasional menginginkan Bashir diadili karena dituduh melakukan kejahatan perang. Tetapi dewan militer telah menyarankan agar Bashir diadili di Sudan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement