REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menekankan pemerintah untuk siap mengawasi distribusi bawang putih impor yang siap mengguyur pasar dalam waktu dekat. Menurut dia, lemahnya pengawasan menjadi kemelut ketidaksingkronan data stok antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Pertanian (Kementan).
“Pengawasan distribusi ini penting agar jangan sampai pemerintah ketika mau susun kebijakan impor, datanya malah tidak akurat,” kata Fithra saat dihubungi Republika, Ahad (28/4).
Fithra menilai, lonjakan harga bawang putih yang terjadi selama dua bulan terakhir tidak diketahui sebab pasti permasalahannya. Meski pemerintah mengklaim stok bawang putih sisa tahun lalu milik importir sebesar 115 ribu ton masih tersedia dan dapat mengamankan kebutuhan konsumsi, kata dia, namun kelangkaan barang masih terjadi di lapangan.
Selain itu, menurut dia, meski pemerintah menginstruksikan importir mengeluarkan sisa pasokan yang dimiliki guna menjaga stabilitas harga, nyatanya harga tak kunjung turun dan justru tren kenaikan harganya perlahan melonjak di pasar.
Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih pada 29 April 2019 secara nasional berada di kisaran Rp 48.100 per kilogram (kg). Pada catatan tersebut, harga bawang putih terendah tercatat berada di kisaran Rp 30 ribu-Rp 31.250. Sedangkan harga tertinggi tercatat menyentuh level rerata Rp 60 ribu-Rp 62.500 per kg.
Dari catatan harga tersebut, Fithra menilai, sejauh ini belum ada indikasi penurunan harga bawang putih meski realisasi impor diklaim pemerintah akan segera dilakukan melalui delapan importir yang mendapatkan persetujuan impor (PI). Ke depan, dia berharap pemerintah dapat terbuka dalam merilis stok yang ada di dalam negeri.
“Supaya, jangan sampai ini jadi permainan para importir dan oknum-oknum pemerintah. Kenaikan harga ini harusnya direspons dengan kebijakan yang akurat,” kata dia.