Senin 29 Apr 2019 08:02 WIB

Ekonom: Distribusi Bawang Putih Impor Perlu Diawasi

Stok bawang putih impor sisa tahun lalu sebesar 115 ribu ton ada di gudang importir

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Bawang putih impor yang dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Ahad (14/4).
Foto: Republika/Imas Damayanti
Bawang putih impor yang dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Ahad (14/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menekankan pemerintah untuk siap mengawasi distribusi bawang putih impor yang siap mengguyur pasar dalam waktu dekat. Menurut dia, lemahnya pengawasan menjadi kemelut ketidaksingkronan data stok antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Pertanian (Kementan).

“Pengawasan distribusi ini penting agar jangan sampai pemerintah ketika mau susun kebijakan impor, datanya malah tidak akurat,” kata Fithra saat dihubungi Republika, Ahad (28/4).

Baca Juga

Fithra menilai, lonjakan harga bawang putih yang terjadi selama dua bulan terakhir tidak diketahui sebab pasti permasalahannya. Meski pemerintah mengklaim stok bawang putih sisa tahun lalu milik importir sebesar 115 ribu ton masih tersedia dan dapat mengamankan kebutuhan konsumsi, kata dia, namun kelangkaan barang masih terjadi di lapangan.

Selain itu, menurut dia, meski pemerintah menginstruksikan importir mengeluarkan sisa pasokan yang dimiliki guna menjaga stabilitas harga, nyatanya harga tak kunjung turun dan justru tren kenaikan harganya perlahan melonjak di pasar.

Berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih pada 29 April 2019 secara nasional berada di kisaran Rp 48.100 per kilogram (kg). Pada catatan tersebut, harga bawang putih terendah tercatat berada di kisaran Rp 30 ribu-Rp 31.250. Sedangkan harga tertinggi tercatat menyentuh level rerata Rp 60 ribu-Rp 62.500 per kg.

Dari catatan harga tersebut, Fithra menilai, sejauh ini belum ada indikasi penurunan harga bawang putih meski realisasi impor diklaim pemerintah akan segera dilakukan melalui delapan importir yang mendapatkan persetujuan impor (PI). Ke depan, dia berharap pemerintah dapat terbuka dalam merilis stok yang ada di dalam negeri.

“Supaya, jangan sampai ini jadi permainan para importir dan oknum-oknum pemerintah. Kenaikan harga ini harusnya direspons dengan kebijakan yang akurat,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement