Sabtu 04 May 2019 16:41 WIB

Sekjen DPR: KPK Geledah Ruang Natsir Selama Dua Jam

Penggeledahan ruangan M Natsir terkait kasus Bowo Sidik

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Karta Raharja Ucu
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar membenarkan kabar ruang anggota Komisi VII Fraksi Demokrat M Natsir digeledah penyidik KPK pada Sabtu (4/5). Penggeledahan terkait kasus Bowo Sidik Pangarso itu berlangsung tak lebih dari dua jam.

"Iya betul. Sejak pukul 11.45 sampai dengan 13.10 WIB," kata Indra Iskandar melalui pesan singkat, Sabtu (4/5). Namun, Indra tidak menjelaskan secara rinci penggeledahan itu.

Baca Juga

Sementara itu, Partai Demokrat mengaku sudah mendengar informasi terkait penggeledahan yang terjadi di ruang kerja kadernya itu. Demokrat mengonfirmasi penggeledahan itu terkait kasus Bowo.

"Informasinya begitu, terkait Bowo Sidik tapi KPK tidak temukan apa-apa di ruangannya. Maaf saya belum bisa komentar lebih jauh," kata Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean saat dikonfirmasi, Sabtu (4/5).

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penggeledahan dilakukan dalam rangka melengkapi berkas Anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso. Penggeledahan dilakukan sebagai bagian dari proses verifikasi KPKvterkait dengan informasi dugaan sumber dana gratifikasi yang diterima Bowo. Diduga pemberian pada Bowo tersebut terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Adapun, ruangan yang digeledah adalah ruangan anggota DPR-RI, M. Natsir. Dalam penggeledahan, KPK tidak melakukan penyitaan dari proses penggeledahan tersebut karena tidak ditemukan bukti yang relevan dengan pokok perkara.

"Sedangkan rencana pemeriksaan saksi-saksi yang mengetahui sumber dana gratifikasi tersebut akan kami dalami lebih lanjut pada rencana pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi mulai pada bulan Mei ini," ujar Febri.

Saat ini, tambah Febri, telah diidentifikasi setidaknya ada 3 sumber dana gratifikasi yang diterima Bowo. "Namun karena prosesnya masih dalam tahap penyidikan, maka informasi lebih rinci belum dapat kami sampaikan," ucap Febri.

KPK menetapkan Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan pejabat PT Inersia, Indung ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK. Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap.

Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo 2 dollar AS permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima fee di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan  85,130 dollar AS.

Bowo dan Indung selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Asty selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement