REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting Manik, mengatakan pihaknya sedang fokus menyalurkan santunan kepada para penyelenggara pemilu ad hoc (KPPS, PPS dan PPK) yang tertimpa musibah. KPU berharap semua penyelenggara tertimpa musibah yang memenuhi syarat, segera bisa menerima santunan.
"Sekarang kita fokus memberikan santunan kepada penyelenggara yang tertimpa musibah baik yang meninggal maupun yang sakit. Juknisnya sudah kita buat, tinggal verifikasi data-data mereka di daerah. Misalnya kartu keluarga, ahli waris dan syarat administrasi lainnya," ujar Evi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/5).
Evi tidak menampik jika salah satu satu penyebab banyak petugas KPU meninggal dunia karena kelelahan dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu. Pasalnya, mereka harus bekerja dalam target waktu yang sudah ditentukan olah Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Mungkin faktor kelelahan, target waktu kerja yang dicapai. Tetapi saya sebenarnya tidak punya kompetensi untuk menganalisis penyebab kematian mereka," ungkap dia.
Namun, lanjut Evi, berdasarkan informasi dan cerita dari keluarga korban, para petugas KPPS ini setelah bekerja sampai larut malam, kemudian langsung kembali ke aktivitas mereka masing-masing. "Bahkan ada yang tidak sempat tidur dan langsung bekerja sesuai pekerjaannya masing-masing," tandas dia.
Sementara Komisioner KPU lain Ilham Saputra menegaskan bahwa KPU tetap memandang penyelenggara yang meninggal dunia saat bertugas adalah pahlawan pemilu atau pahlawan demokrasi. Menurut dia, mereka telah bekerja luar biasa untuk melayani pemilih menggunakan hak pilihnya.
"Orang-orang itu (penyelenggara) adalah yang bekerja bener-benar fight, penuh integritas ya, jadi mereka datang kemudian ada perasaan yang belum selesai mereka kembali lagi dan memastikan oke, tanpa istirahat, makan, dan sebagainya," tutur dia.
Karena itu, Ilham mengimbau semua pihak menghormati kerja dan usaha dari penyelenggara pemilu ad hoc yang telah rela mengorbankan nyawanya demi suksesnya penyelenggaraan pemilu. Menurut dia, tidak etis jika dilakukan investigasi, apalagi otopsi terhadap penyelenggara yang meninggal.
"Kalau ada upaya meminta autopsi ya, kalau ada kecuragaan seperti itu, ya, soal etik, kita tidak menghargai perasaan keluarga (penyelenggara). Kalau saya begitu lihatnya. Tolong hormati kerja teman-teman (penyelenggara) yang sudah maksimal," tambah Ilham.