REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengecam peluncuran rudal terbaru oleh Korea Utara (Korut). Ia menilai hal itu melanggar resolusi PBB yang menyerukan Pyongyang menghentikan uji coba rudal balistik.
“Itu adalah rudal balistik dan itu membuatnya bertentangan dengan resolusi PBB,” kata Wakil Ketua Sekretaris Kabinet Jepang Kotaro Nogami dalam jumpa pers reguler pada Jumat (10/5).
Pada Kamis lalu, Korut menembakkan dua rudal jarak pendek. Itu merupakan peluncuran kedua dalam waktu kurang dari sepekan. Hal itu memicu kekhawatiran Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Sebab, kedua negara tersebut berada dalam jangkauan rudal Korut.
Pekan lalu, Korut menggelar latihan militer yang dipantau langsung oleh Kim Jong-un. Dalam latihan itu, Korut menembakkan proyektil-proyektil dari kota pantai timur Wonsan. Mereka diluncurkan ke arah Laut Timur.
Menurut kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA), tujuan latihan tersebut adalah menguji kinerja peluncur roket berkaliber besar dan senjata berpemandu taktis oleh unit-uni pertahanan. Kim, sebagaimana laporan KCNA, mengatakan bahwa Korut perlu meningkatkan kemampuan tempurnya guna mempertahankan kedaulatan politik serta ekonomi, termasuk ancaman invasi oleh pihak luar.
Seorang pakar militer dari Institute Far Eastern Studies, Kim Dong-yub, foto-foto yang dirilis KCNA menunjukkan senjata-senjata berpemandu taktis yang ditembakkan bisa berupa rudal balistik jarak dekat. Peluncuran rudal jenis tersebut, kata dia, dapat melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. “Apa yang membuat saya sadar adalah bahwa tanpa diduga, ada foto rudal balistik jarak dekat, yang dikenal sebagai Iskander versi Utara,” kata Kim Dong-yub.
Menurut Kementerian Pertahanan Korsel, rudal balistik jarak dekat Korut dapat menjangkau jarak antara 70-240 kilometer. Oleh sebab itu, Seoul tetap menganggap rudal tersebut sebagai ancaman terhadap keamanannya. Ia meminta Pyongyang menghentikan tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan militer di Semenanjung Korea.
Sebelumnya, Kim Jong-un telah memperingatkan bahwa ketegangan dan krisis di Semenanjung Korea dapat dengan mudah terjadi kembali. Menurut Kim, hal itu merupakan tanggung jawab AS karena telah mengambil sikap sepihak pada KTT Korut-AS di Hanoi, Vietnam, bulan lalu.
“Situasi di Semenanjung Korea dan kawasan itu sekarang terhenti dan telah mencapai titik kritis di mana ia dapat kembali ke keadaan semula ketika AS mengambil sikap sepihak dengan iktikad buruk di pembicaraan KTT Korut-AS kedua baru-baru ini,” ujar Kim.