REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari mengatakan KPU akan tetap menetapkan hasil Pemilu 2019 meski capres 02, Prabowo Subianto menolaknya. KPU juga tidak mempermasalahkan jika Prabowo dan Sandiaga Uno tidak akan membawa sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ya tidak apa-apa, sebab itu kan hak mereka ya. Jadi KPU pada intinya fokus bekerja untuk melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Kemudian komplain-komplain dan keberatan bisa dilakukan dilakukan di forum rekapitulasi dengan membawa alat bukti," ujar Hasyim kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).
Sejauh ini, kata dia, dalam forum rekapitulasi hasil pemilu nasional di Kantor KPU pun BPN tidak pernah menyampaikan penolakan. Saksi dari BPN juga belum pernah mengajukan permintaan untuk mencocokkan data hasil pilpres sebagaimana yang dilakukan oleh saksi parpol untuk hasil pileg mereka.
"Sehingga kami akan tetap jalan terus menetapkan (hasil pemilu). Jika tidak ingin dibawa ke sengketa hasil di MK pun tidak masalah. Kalau tidak ada saksi dari BPN yang hadir atau tidak mau tandatangan pun tidak mempengaruhi hasil, hasil tetap ditetapkan oleh KPU, " tambahnya.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono menegaskan bahwa proses penanganan sengketa perselisihan hasil Pemilu dilakukan secara transparan. Peradilan di MK, kata Fajar, merupakan peradilan yang terbuka untuk umum.
"Peradilan di MK terbuka untuk umum. Prosesnya transparan. Publik bisa memantau," ujar Fajar dalam keterangannya, Kamis (16/5).
Menurut dia, MK memutus sengketa tersebut berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, alat bukti, dan keyakinan hakim. Karena itu, dia mengimbau kepada peserta pemilu yang menggugat hasil pemilu ke MK harus menyiapkan fakta dan alat bukti.
"Jadi yang diperlukan adalah argumentasi, saksi, alat bukti yang mampu meyakinkan, bukan sekedar klaim atau asumsi," lanjutnya.
Fajar juga menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa memutuskan perkara hanya atas klaim dan asumsi, termasuk "memenangkan" pihak yang seharusnya kalah dan sebaliknya. "Silakan publik melihat kembali penanganan perkara sengketa pilpres tahun-tahun sebelumnya, melalui proses persidangan yang terbuka," tutur dia.
Lebih lanjut, Fajar menuturkan, membawa atau tidak membawa perkara sengketa hasil pemilu, termasuk di dalamnya ada dalil dugaan kecurangan pemilu ke MK merupakan hak peserta pemilu. MK tentunya tidak memaksa.