Ahad 19 May 2019 19:45 WIB

Jelang 22 Mei, Jimly Asshiddiqie Ajak Berpikir Luas

Ketum ICMI Prof Jimly Asshiddiqie mengimbau para tokoh dan pendukung berpikir luas

Rep: M Riza Wahyu Pratama/ Red: Hasanul Rizqa
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Assidiqie di kantor Republika Jakarta, Kamis (11/4).
Foto: Darmawan / Republika
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Assidiqie di kantor Republika Jakarta, Kamis (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prof Jimly Asshiddiqie menyampaikan imbauannya jelang hari pengumuman hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 pada Rabu (22/5) mendatang. Menurut dia, yang terpenting saat ini ialah meredakan tensi politik nasional pascapemilihan umum (pemilu).

Seluruh pihak, lanjut dia, hendaknya menilai pemilu dari perspektif yang jernih. Sebab, bagi negara yang menjalankan demokrasi, pemilu hanyalah rutinitas per lima tahun dalam menentukan kepemimpinan. "Kita harus bisa melihat kepentingan bangsa yang lebih jauh. Tokoh-tokoh sebaiknya ikut berperan mendinginkan suasana," ujar Jimly Asshiddiqie di sela-sela acara di Gedung Asrama Sunan Gunung Jati, Jalan Bunga nomor 21, Jakarta Timur, Ahad (19/5).

Baca Juga

Dia menambahkan, diperlukan perspektif dan cakrawala berpikir yang lebih luas agar tidak terjebak pada masalah-masalah kecil menanggapi hasil pemilu. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menggambarkan, proses refleksi lima tahunan seperti halnya pemilu dapat mencontoh bagaimana Rasulullah SAW ketika menjalankan Isra Mi'raj.

Menurutnya, Isra dapat dimaknai sebagai proses perenungan dalam perjalanan, sedangkan Mi'raj ialah proses melihat keadaan umat atau bangsa dari jarak jauh."Dengan langkah itu, kita bisa melihat dengan jernih. Tidak terjebak dalam masalah-masalah medioker yang membuat pusing," kata Jimly.

Kemudian, Jimly menjelaskan, jika permasalahan pemilu diperpanjang. Maka hal itu akan mendorong terjadinya perpecahan berbasis agama dan identitas kebudayaan. "Sudahlah sekarang yang menang tetap menghargai jangan ngasorake (istilah Jawa artinya 'tidak merendahkan pihak lain' --Red). Kemudian, yang kalah juga jangan mencibir," tutur dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement