REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Hati-hati bila hendak mengonsumsi ikan asin di Purbalingga dan daerah lain. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang yang memeriksa semua jenis ikan asin yang dijual di beberapa pasar di Purbalingga, memastikan semua jenis ikan asin yang dijual pedagang mengandung formalin.
''Kami memeriksa ikan asin di Purbalingga, karena sebelumnya beredar berita di media massa yang menyebutkan ikan asin di Purbalingga ditemukan mengandung formalin,'' kata Analis Mutu pada BKIPM Semarang, Neni, Selasa (21/5).
Berdasarkan informasi tersebut, pihaknya turun langsung ke Purbalingga untuk mengambil sampel langsung di pasar. Dari koordinasi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Purbalingga, sampel diambil di kios pedagang ikan asin di Pasar Hartono dan Pasar Segamas di wilayah Kota Purbalingga.
''Sampel ikan asin yang kami ambil berupa ikan asin peda merah, teri nasi, ebi, peda kering, dan jambal aroma. Semua sampel ikan asin ini kita bawa ke Semarang untuk kami teliti di laboratorium kami,'' ujarnya.
Hasilnya, kata Neni, semua ikan asin yang diteliti ternyata positif mengandung formalin. Untuk sampel ikan asin yang diambil dari Pasar Hartono diketahui, ikan teri jengki mengandung formalin sebanyak 0,25mg/l, belahan bloso sebanyak 0,8 mg/l, peda sebanyak 0,6 mg/l, cumi kering sebanyak 0,8 mg/l, teri nasi 1,5 mg/l dan kemaron sebanyak 0,25 mg/l.
Sedangkan untuk ikan kering yang diambil dari Pasar Segamas, untuk peda merah mengandung formalin sebanyak 0,4 mg/l, teri nasi 0,6 mg/l, ebi 0,25 mg/l, peda 0,6 mg/l dan jambal aroma 0,25 mg/l.
Terkait temuan tersebut Neni menyebutkan, BKIPM telah melakukan koordinasi lebih lanjut dengan DKPP dan Dinkes Purbalingga. ''Selanjutnya kami akan melakukan monitoring terpadu terkait mutu dan keamanan produk perikanan di pasar tradisional yang ada di Purbalingga,'' ujarnya.
Selain itu, BKIPM Semarang akan melakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap pedagang dan produsen ikan kering di Purbalingga terkait dengan mutu dan keamanan produk perikanan. ''Dengan langkah yang diambil tersebut diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan formalin,'' katanya.
Dia menyatakan, formalin selama ini memang masih sering digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengawetkan makanan. Pengawetan tersebut dilakukan agar makanan tidak mudah busuk dan memiliki tekstur yang kenyal dan tidak mudah hancur. ''Mereka tidak sadar, bahwa bila makanan mengandung formalin dikonsumsi terus menerus, maka hal ini akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan,'' ujar Neni.