Rabu 22 May 2019 08:42 WIB

Seruan Erdogan untuk Melawan Israel

Raja Abdullah II mendesak langkah darurat untuk mendukung Palestina.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Presidential Press Service via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengajak pemimpin Muslim di seluruh dunia untuk bersatu dan melawan Israel. Pernyataan ini ia katakan beberapa hari setelah sejumlah rakyat Palestina tewas ditembak penembak jitu Israel dalam pawai yang menandai 70 tahun penjajah Israel.

Berbicara dalam pertemuan istimewa Kerja Sama Organisasi Islam (OKI), Erdogan mengatakan, Israel harus bertanggung jawab atas pembunuhan yang memicu amarah masyarakat internasional itu. Penembakan tersebut juga menyebabkan gelombang protes dari Asia, Timur Tengah, sampai Afrika Utara.

"Untuk mengambil tindakan atas pembantaian rakyat Palestina yang dilakukan penjahat Israel dengan cara menunjukkan ke seluruh dunia bahwa kemanusiaan belum mati," kata Erdogan di Istanbul, seperti dilansir Alja zirah, Selasa (21/5).

Presiden Turki itu menggambarkan pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina sebagai kejahatan, kekejaman, dan teror negara. Ia juga mengatakan, hal ini akan menghantui Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pada hari Senin (20/5) ketika Amerika melanjutkan relokasi kedutaan besar yang kontroversial, sebanyak 62 orang termasuk lima anak-anak tewas dalam penembakan yang dilakukan tentara Israel. Lebih dari 2.700 pengujuk rasa terluka dalam pembantaian yang terjadi saat mereka berkumpul di garis gencatan senjata yang terletak antara Gaza dan Israel.

Pengunjuk rasa itu memperingati hari Nakba, saat militer Zionis mengusir orang Palestina pada tahun 1948. Aksi itu memaksa 750 ribu rakyat Palestina mengungsi dari tanah air mereka.

Beberapa kepala negara datang ke pertemuan di Istanbul. Namun, Arab Saudi, tuan rumah kelompok 57 negara anggota OKI, hanya mengirim pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri. Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab juga hanya mengirimkan pejabat Kementerian Luar Negeri mereka.

Dalam pertemuan tersebut, Emir Qatar Syekh Tamim bin Hamad al-Thani mengatakan, penderitaan Palestina telah menjadi simbol penindasan rakyat di seluruh dunia. Ia juga mengecam pembantaian brutal Israel yang mereka lakukan terhadap pengunjuk rasa.

"Siapa di antara kita yang tidak tahu pengepungan yang dipaksakan di Jalur Gaza dan hukuman kolektif terhadap populasinya. Jalur Gaza diubah menjadi kamp konsentrasi besar jutaan orang yang kehilangan hak dasar mereka untuk bepergian, bekerja, dan mendapatkan perawatan kesehatan," kata al-Thani.

"Ketika putra mereka disebut teroris dan ketika mereka melakukan unjuk rasa damai, mereka disebut ekstremis dan ditembak mati dengan peluru tajam," katanya menambahkan.

Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah mengatakan, AS menjadi bagian dari masalah, bukan dari solusi. Ia mengatakan, relokasi kedutaan besar Negeri Paman Sam itu tidak agresif terhadap negara Islam serta melawan Muslim dan umat Kristen.

Raja Abdullah II dari Yordania juga mendesak langkah darurat untuk mendukung perlawanan rakyat Palestina. Sementara itu, Presiden Iran Hassan Rouhani mengajak negara anggota OKI untuk mengambil langkah ekonomi dan politik melawan AS dan Israel.

OKI mengeluarkan pernyataan resmi meminta PBB untuk meluncurkan penyelidikan internasional atas pembunuhan di Gaza dan membentuk pasukan perlindungan internasional untuk rakyat Palestina. Negara-negara OKI juga akan melakukan pembatasan ekonomi untuk negara, perusahaan, atau individu yang mengakui aneksasi Israel di Yerusalem.

Satu hari sebelumnya, Erdogan juga menemui 10 ribu orang di pasar malam Yenikapi, Istanbul. Di sana Erdogan mengatakan dunia Islam harus bersatu dan menyatukan diri lagi.

"Muslim terlalu sibuk berperang dan saling tidak sepakat di antara mereka sendiri dan malu ketika berkonfrontasi dengan musuh mereka. Sejak tahun 1947 Israel telah bebas melakukan apapun yang mereka mau di kawasan. Mereka melakukan apa pun yang mereka suka, tetapi kenyataannya bisa dihentikan jika kami bersatu," kata Erdogan.

Pada awal pekan ini, setelah peristiwa pembantai rakyat Palestina dan AS merelokasi kedutaan besarnya, Turki memanggil utusan mereka ke Israel dan AS. Warga Jerman keturunan Turki Tolgar Memis datang ke Turki untuk mendukung pernyataan dan kebijakan Erdogan yang melawan Israel.

"Apa yang kami lihat selama beberapa tahun terakhir, segala ketidakadilan, dan apa yang terjadi pada awal pekan ini sama sekali tidak dapat diterima. Erdogan telah membuat langkah yang baik dalam membela Palestina, sesuatu yang wajib dilakukan dan harapannya pemimpin lain mengikutinya," kata Memis.

palestina

photo
Anggota Brigade Izuddin Al Qassam berjaga saat anggota lain membagikan iftar kepada warga di Kota Gaza, Jalur Gaza Palestina, akhir pekan lalu.

Sebelumnya Palestina menanggapi dingin rencana perdamaian yang diajukan AS. Pejabat senior Palestina Nabil Abu Rdeneh mengatakan, setiap rencana AS yang mengabaikan aspirasi politik rakyat Palestina untuk merdeka akan mengalami kegagalan. Pernyataan ini menjadi tanda konferensi perdamaian Timur Tengah bulan depan akan berjalan sulit.

Pernyataan juru bicara Presiden Mahmoud Abbas itu menjadi awan men dung konferensi perdamaian yang akan digelar pada bulan Juni di Bahrain. "Setiap rencana tanpa horizon politik tidak akan membawa perdamaian," kata Nabil Abu Rdeneh.

Pada Ahad (19/5) lalu Gedung Putih mengumumkan akan mengungkapkan fase pertama rencana perdamaian Timur Tengah dalam konferensi tersebut. Rencana itu disebutkan akan fokus pada manfaat ekonomi jika konflik Israel-Palestina berhasil diselesaikan.

Rencana tersebut mengangankan negara-negara Arab yang kaya akan berinvestasi dalam skala besar dan membangun infrastruktur di wilayah Palestina. Namun, Pemerintah AS mengatakan, konferensi 25-26 Juni mendatang tidak akan membahas isu-isu politik yang menjadi inti dalam konflik ini, seperti perbatasan, status Yerusalem, nasib pengungsi Palestina, atau permintaan keamanan Israel.

(lintar satria/ap ed:yeyen rostiyani)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement