REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendengar kata jenazah, sebagian orang mungkin bisa menimbulkan rasa takut dan bahkan menaikkan bulu kuduk. Diminta untuk mendekat saja sudah enggan apalagi untuk meriasnya dengan make-up layaknya mempercantik orang hidup.
Tidak banyak orang mau melakukan hal tersebut terlebih melakukannya dengan cuma-cuma tanpa bayaran. Padahal biaya kebutuhan make-up tidak murah dan membutuhkan modal yang banyak. Gloria Elsa, wanita yang tinggal di Jakarta Selatan, mampu melakukan itu semua.
Elsa memilih pekerjaan yang tidak biasa yakni merias jenazah. Elsa membantu orang-orang di sekitarnya khususnya warga nonmuslim yang meninggal namun memiliki kekurangan secara finansial. Dia menyebut apa yang dikerjakannya itu sebagai wujud terima kasihnya kepada Sang Pencipta.
"Misi utama saya setiap berangkat untuk merias jenazah orang Kristen dan Katolik yang meninggal adalah membantu orang. Karena saya meyakini bahwa inilah cara saya sendiri untuk berterima kasih kepada Tuhan atas segalanya yang terjadi dalam hidup dan keluarga saya," ujar Elsa.
Bukan hal yang mudah untuk merias jenazah karena kulit jenazah berbeda dengan orang yang masih hidup. Apalagi dirinya bekerja tanpa bantuan orang lain. Kapanpun dan di manapun selama masih di Jakarta ia harus sesegera mungkin datang ketika dihubungi.
"Merias jenazah berbeda dengan merias orang yang masih hidup. Jika kita tidak cepat, make-up tersebut tidak akan bisa menempel dengan sempurna di wajah jenazah. Saya harus sudah menyiapkan peralatan saya secara rapi agar dapat langsung berangkat ketika mendapat panggilan," tutur Elsa.
Dia mengakui make-up bukan barang yang murah apalagi jasanya juga tidak dibayar. "Tetapi saya tidak berhenti di situ jika make-up habis. Pasti ada saja teman-teman yang menyumbangkan make-up mereka yang sudah kedaluwarsa atau tidak digunakan lagi," terangnya.
Selain melakukan untuk amal, alasan kuat lainnya yang membuat Elsa tetap bertahan adalah amanah yang dikatakan suaminya ketika masih hidup. Saat suaminya sakit, ia sempat dibantu oleh banyak kerabat dan masyarakat sekitar untuk merawat suaminya. Walau akhirnya suaminya meninggal, namun ia dan suami sempat merasakan kebaikan orang-orang sekitar.
Dari kebaikan orang sekitar tersebut, ia merasa harus membalas pertolongan tersebut dengan berganti membantu orang lain yang membutuhkan. "Suami saya dulu sebelum meninggal pernah mengatakan bahwa saya harus tetap melanjutkan profesi sebagai perias jenazah bagaimanapun keadaan saya nanti ke depannya. Hal itu menjadi motivasi saya sendiri juga setiap membantu orang," ucap Elsa.
Selain menekuni profesi sebagai perias jenazah, Elsa juga merupakan seorang fotografer. Dirinya memilih model big size yang sebagai objek foto. Ia juga aktif di beberapa kegiatan sosial lainnya.
"Saya juga seorang fotografer dari model-model big size. Selain itu saya juga pernah menjadi sekretaris di organisasi sosial Unicef dan menulis beberapa buku. Ya lumayan untuk membantu ekonomi keluarga sehari-hari," tutur Elsa.