REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, kerusuhan di sejumlah titik di wilayah DKI Jakarta pascapengumuman hasil Pilpres dan Pileg 2019, harus diproses hukum sesuai konstitusi. Komnas juga menyerukan adanya investigasi yang menyeluruh untuk menindaklanjuti informasi sementara yang dikeluarkan oleh aparat kepolisian dan TNI terkait pola aksi.
"Kami mendorong aparat penegak hukum untuk memproses hukum pelaku kerusuhan dan aktor-aktor kunci yang harus bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut dengan berpegang pada konstitusi dan hak asasi manusia," kata Komisioner Komnas Perempuan, Azriana Manalu, dalam keterangannya, Sabtu (25/5).
Lebih lanjut, Azriana menyatakan pola aksi massa yang tertib di depan Gedung Bawaslu agar disikapi secara persuasif dan massa yang provokatif hingga anarkis di beberapa tempat, yang membahayakan keamanan bersama harus diproses hukum. "Juga terjadi penembakan yang menurut aparat keamanan, bukan bagian dari perintah dan organ senjata aparat keamanan," ujardia.
Selain itu, kata Azriana, pihaknya membaca bahwa ada provokasi pada titik-titik wilayah percobaan kerusuhan, ada aktor-aktor anarkis di lapangan yang bukan warga setempat, isu yang diembuskan adalah sentimen rasial dan agama, penyerangan terjadi secara bertahap dalam jarak waktu yang singkat. "Karena itu kami menyerukan masyarakat agar tetap waspada dan tidak mudah percaya pada berbagai hasutan maupun provokasi dalam berbagai bentuk agar kekerasan tidak berulang dan situasi damai dapat diwujudkan," ucap dia.
Komnas Perempuan juga meminta aparat keamanan agar kembali menciptakan situasi kondusif dan mengembalikan rasa aman warga. Dan apabila aksi berlanjut, komnas memohon aparat tetap mengedepankan pendekatan persuasif, serta menahan tindakan kekerasan lainnya supaya tidak menimbulkan korban. "Termasuk melindungi perempuan peserta aksi yang tidak jarang dalam posisi yang merisikokan keamanan mereka," jelasnya.
Komnas Perempuan juga menyerukan elite politik yang sedang bersengketa agar mencegah upaya provokasi, menghormati hukum yang berlaku, tidak berlarut saling menyalahkan, serta tidak menambah situasi panas. "Kedua pihak perlu melakukan rekonsiliasi politik agar sengketa pemilu dapat diselesaikan dengan damai," ujarnya.
Azriana menambahkan, pihaknya meminta pemerintah juga memberikan kompensasi dan pemulihan kepada pihak-pihak yang terdampak kerusuhan, terutama pada keluarga korban meninggal dan terluka. "Termasuk mereka yang terdampak secara ekonomi karena kerusakan yang ditimbulkan akibat kerusuhan 21-23 Mei 2019," jelasnya.
Menurut data kepolisian, terdapat tujuh orang meninggal dunia dan lebih dari 541 orang luka-luka dalam kerusuhan sepanjang 21-23 Mei 2019 itu.