REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Indonesia kini tengah mengawal proposal pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) agar dapat diadopsi pada Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101. Sidang ini berlangsung dari 5 hingga 14 Juni 2019 di London, Inggris.
Sebelumnya, Indonesia berhasil mengukir sejarah baru dalam kancah maritim Internasional sebagai negara kepulauan (archipelagic state) pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) berdasarkan dengan hasil Sidang Plenary International Maritime Organization (IMO) Sub Committee Navigation Communication and Search and Rescue (NCSR) ke-6 pada bulan Januari 2019 lalu.
Dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Direktur Jenderal Perhubungan Laut R Agus H Purnomo mengatakan, perjuangan Indonesia kembali diuji saat mengawal proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok pada sidang IMO MSC ke 101 ini agar dapat diadopsi oleh IMO.
"Indonesia harus kembali berjuang mengawal proposal tersebut agar diadopsi dalam sidang IMO MSC yang sesuai agenda 11. Adopsi proposal TSS tersebut akan dilakukan, Senin (10/6)," ujar Dirjen Agus setibanya di London, Inggris, Ahad (9/6).
Pasca-disetujuinya penetapan bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok oleh organisasi maritim dunia atau International Maritime Organization (IMO) pada Januari 2019 lalu, Kementerian Perhubungan siap mengawal implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok hingga mulai diberlakukan secara internasional pada tahun 2020 mendatang.
Adapun Proposal Indonesia untuk menetapkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok bertujuan untuk meningkatkan Keselamatan Pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di kedua Selat tersebut.
Seperti diketahui, kedua Selat tersebut termasuk ke dalam selat yang sibuk lalu lintas kapalnya, baik yang transit maupun menyeberang yang tentunya otomatis meningkatkan risiko keselamatan pelayaran, untuk itulah Indonesia menetapkan TSS di kedua Selat tersebut.
Menurut Agus, penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini diharapkan dapat meningkatkan keselamatan pelayaran dengan cara mengurangi jumlah situasi dimana dua kapal bertemu langsung melalui pemisahan arus lalu lintas kapal yang berlawanan di daerah tersebut. Selain itu, TSS diharapkan dapat mengurangi (bahkan menghilangkan) risiko tabrakan antar kapal dengan cara merekomendasikan Precautionary Area (Area Pencegahan).
“Kita juga berharap TSS ini dapat berkontribusi pada keselamatan dan efisiensi navigasi serta perlindungan lingkungan laut di Selat Sunda dan Lombok,” ujar Agus.
Agus menambahkan, Indonesia berkomitmen untuk melakukan persiapan yang diperlukan guna memastikan semua fasilitas dan infrastruktur pendukung serta sumber daya manusia sudah siap sebelum tanggal pelaksanaan implementasi TSS.
"Perjuangan Indonesia belum berakhir. Perlu persiapan yang baik mengingat tugas berat menanti untuk kedepannya setelah TSS tersebut diadopsi IMO karena nantinya akan mulai diberlakukan pada satu tahun setelah diadopsi dalam sidang IMO MSC ke 101 yaitu bulan Juni 2020," tandasnya.