REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyelenggarakan mudik gratis 2019 pertama kalinya dengan dana sekitar Rp 14 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari anggaran itu, mudik gratis diselenggarakan termasuk arus balik serta pengangkut sepeda motor.
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan berencana akan kembali melaksanakan program mudik gratis tahun depan. Namun, Pemprov DKI akan melakukan evaluasi terlebih dahulu.
"Nanti kita evaluasi dulu. Dari situ nanti ke depannya kita lihat seperti apa. Ini kan baru pertama kali. Evaluasi soal partner, rute, besaran kapasitas, semuanya dievaluasi, baru nanti kita siapkan ke depannya," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (10/6).
Ia mengatakan, evaluasi itu termasuk sumber dana untuk mudik gratis. Sumber dana melalui APBD maupun bisa juga program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Anies menekankan anggaran mudik gratis sebesar Rp 14 miliar untuk dua kali perjalanan, yakni arus mudik dan arus balik. Ia menyertakan info grafis dari Dinas Perhubungan (Dishub) selaku pelaksana program mudik gratis 2019.
"Jadi, bukan hanya satu jalan. Jadi, dibiayai busnya untuk berangkat dan kembali lagi ke Jakarta," kata dia.
Anggaran Rp 14 miliar dialokasikan untuk menyewa 594 bus yang terdiri atas 372 bus arus mudik dan 222 arus balik. Anggaran tersebut termasuk untuk menyewa 62 truk pengangkut motor, pajak, pengawasan, pelaksanaan, serta pengelolaan acara.
Sementara itu, untuk total biaya sewa busnya saja, pemprov menggelontorkan dana sebesar Rp 11,4875 miliar, dengan kapasitas setiap bus sebanyak 54 orang.
Jika dirata-rata, harga sewa per bus mencapai Rp 19,3 juta atau satu orang penumpang menghabiskan biaya Rp 358 ribu. Mudik gratis mencakup 10 kota tujuan, yaitu Ciamis, Kuningan, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kebumen, Solo, Wonogiri, Yogyakarta, dan Jombang.
Anies mengatakan, alasan penyelenggaraan mudik gratis untuk meminimalisasi angka kecelakaan. Menurut dia, mudik bersama seperti ini lebih aman dibandingkan masyarakat pergi menggunakan kendaraan roda dua.
Ia melanjutkan, bagi Pemprov DKI, pemudik yang mengikuti program tinggal di Jakarta sudah bertahun-tahun. Mereka dinilai berkontribusi besar pada perekonomian Ibu Kota sehingga, menurut Anies, Pemprov DKI merasa perlu memfasilitasi pemudik pulang ke kampung halaman.
Ia mengatakan, APBD pun berasal dari pajak yang masyarakat bayarkan. Untuk itu, dana tersebut dikembalikan lagi dengan cara program mudik gratis. "Dari perekonomian menghasilkan pajak, pajaknya digunakan mereka kembali ke kampungnya dan kembali lagi ke Jakarta," kata Anies.
Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Ibeth Koesrini menilai mudik merupakan urusan pribadi yang memang sudah direncanakan setiap masyarakat. Jika Pemprov DKI ingin tetap melaksanakannya, sumber dana bisa diambil selain dari APBD.
"Sebenarnya Pemprov DKI tidak perlu merasa bertanggung jawab untuk membuat program ini secara khusus," kata Ibeth.
Menurut dia, Pemprov DKI bisa bekerja sama dengan perusahaan melalui dana CSR untuk menyelenggarakan mudik gratis. Pasalnya, selama ini sudah banyak perusahaan yang menyelenggarakan program mudik gratis.
Karena itu, kata Ibeth, tidak ada urgensi dana APBD untuk mudik gratis ini. Ia melanjutkan, banyak hal yang perlu lebih diperhatikan seperti pembangunan infrastruktur. Pemprov DKI harus bisa membuat prioritas untuk kepentingan banyak orang.
Selain itu, Ibeth juga menilai perencanaan penggunaan anggaran mudik gratis 2019 tak transparan. Karena itu, muncul informasi simpang siur terkait besaran anggaran mudik gratis.
Menurut dia, jika dari awal Pemprov DKI transparan, informasi tersebut tidak beredar di masyarakat. Dengan demikian, ada prinsip pengelolaan keuangan negara yang tidak diikuti karena tak transparan dalam rencana program mudik gratis.
"Mestinya dalam perencanaan harus dipublikasikan. Jadi, ada prinsip yang tidak dilakukan oleh Pemprov DKI dalam program ini," kata dia menambahkan.